Almarhum suamiku, dulunya adalah seorang pengelola program kusta yang luar biasa. Kecintaannya terhadap hal yang berkaitan dengan penanganan penyakit ini, tak urung, membuat diriku juga belajar banyak hal. Tentang rasa empati, tentang kesabaran, tentang ketekunan.
Semua kelebihan yang dimilikinya adalah pelajaran kehidupan yang sangat berharga yang didapatnya ketika berhadapan dengan penderita kusta, selama dua puluhan tahun.
Bagi dirinya, mereka yang menderita kusta, sama berharganya dengan orang yang sehat. Tidak perlu dijauhi, apalagi diasingkan. Justru perlu dibantu dan didampingi.
Kusta bukan penyakit kutukan atau turunan
Kusta atau lepra, sering disebut sebagai Morbus Hansen (Hansen’s disease), disebabkan oleh kelompok bakteri Mycobacterium leprae. Kusta adalah salah satu penyakit yang masuk dalam kelompok penyakit tropis yang terabaikan selain frambusia dan infeksi cacing parasit usus yang ditularkan melalui tanah.
Penyakit kusta telah ada, jauh berabad-abad lalu. Penjelasan tentang penyakit ini pun telah ada dalam ajaran agama tertentu. Dalam Alkitab, kisah tentang penderita kusta pun telah ada. Diterjemahkan dari Bahasa Ibrani, Zaraath yang berarti kelainan kulit yang bersisik.
Perlakuan terhadap penderita kusta pada abad pertengahan, sangat mengabaikan hak asasi manusia. Penderita kusta diasingkan seumur hidup di Leprosaria atau perkampungan khusus untuk mereka.
Stigma yang berkembang di tengah masyarakat bahwa kusta adalah penyakit akibat kutukan atau turunan, berdampak pada reaksi penderita yang secara spontan mengasingkan dirinya karena merasa rendah diri, malu dan rasa jijik.
Hingga akhirnya Gerhard Armaeur Hansen berhasil menemukan kuman kusta pada tahun 1873, kemudian dimulailah upaya untuk melakukan pengobatan terhadap penyakit ini. Pergeseran sistem pengobatan yang awalnya dilakukan secara isolasi, menjadi sistem rawat jalan pun terjadi di Indonesia.
Bagaimana kusta menyebar
Tanda yang diberikan oleh seseorang yang menderita kusta, kadang sulit dibedakan dengan penyakit kulit lainnya, seperti panu, kudis, kurap atau frambusia.
Penderita kusta akan menunjukkan adanya bercak pada kulit berwarna putih atau merah, kulit mengkilap, bercak yang tidak gatal, beberapa anggota tubuh tidak mengeluarkan keringat atau tidak ditumbuhi rambut, lepuh yang tidak nyeri.
Beberapa tanda juga dapat ditemukan pada syaraf, diantaranya rasa kesemutan, tertusuk dan rasa nyeri pada anggota tubuh atau pada muka, serta gangguan gerak pada anggota badan atau bagian muka. Pemeriksaan laboratorium perlu dilakukan untuk menemukan bakteri penyebab kusta dalam jaringan kulit yang diperiksa.
Masa inkubasi (masuknya bibit penyakit hingga timbul gejala) penyakit kusta selama 2 hingga 5 tahun, bahkan lebih lama dari itu. Kuman kusta dapat ditemukan dalam mukosa hidung. Penularan dapat terjadi melalui kontak erat dengan penderita dalam jangka waktu yang lama.
Gangguan fungsi saraf tepi akibat kuman kusta
Kehilangan sensibilitas pada penderita kusta, terutama yang tidak diobati, berbahaya bagi keselamatan dirinya sendiri. Pada beberapa kasus, penderita kusta tidak dapat merasakan sakit saat kakinya terluka atau terkena benda panas.
Menurunnya fungsi syaraf motorik, berdampak pada kurangnya refleks kedip mata yang dapat mengakibatkan terjadinya infeksi bahkan kebutaan. Selain itu dapat menyebabkan tangan dan kaki lemah atau lumpuh, dan menyebabkan jari menjadi bengkok atau kaku (kiting).
Kusta dapat diobati
Kusta bukan penyakit akibat kutukan. Kusta disebabkan oleh bakteri. Artinya, penyakit ini dapat diobati dengan pemberian kombinasi obat tertentu, yang disebut multidrug therapy atau MDT. Seorang penderita kusta yang tidak diobati berpotensi menyebarkan kuman kusta kepada orang lain.
Pengobatan MDT yang dilakukan secara rutin, selain dapat menyembuhkan penderita, juga untuk mencegah kecacatan yang diakibatkan oleh kuman ini.
Obat kusta dapat diperoleh secara gratis di fasilitas pelayanan kesehatan terdekat. Namun jangan lupa untuk mengkonsultasikannya terlebih dahulu dengan petugas kesehatan.
Berilah empati pada penderita kusta
Secara psikologis, seseorang yang terkena kusta cenderung mengalami rasa rendah diri, bahkan bisa berujung pada rasa frustrasi. Pengobatan dalam jangka waktu yang relatif panjang, membutuhkan peran keluarga di dalamnya.
Bila kita hidup dengan penderita kusta, atau di lingkungan sekitarnya, tunjukkan rasa empati dengan mendengarkan apa yang dirasakan. Bersikaplah lebih sabar menghadapi mereka.
Pastikan mereka meminum obatnya setiap hari. Berikan kalimat-kalimat positip yang menguatkan dan memberi semangat. Berikan kepercayaan kepada mereka ketika melakukan suatu pekerjaan.
Membantu dengan tekun
Mati rasa yang dialami penderita kusta menyebabkan tubuh mereka mudah mengalami luka tanpa disadarinya. Bantu mereka agar dapat menolong dirinya sendiri dengan cara berikut.
Cegah kerusakan pada mata dengan cara memeriksa mata secara teratur di depan cermin untuk memastikan tidak ada benda yang masuk ke
dalamnya atau mata mengalami iritasi.
Pastikan mereka menggunakan kacamata ketika berada di luar rumah atau saat melakukan aktivitas di tempat yang berdebu. Saat beristirahat, tutup mata dengan kain bersih yang basah.
Kaki dan tangan juga perlu dilindungi. Anjurkan untuk menggunakan sarung tangan ketika bekerja untuk mencegah terkena benda tajam, kasar atau benda panas, dan selalu menggunakan sepatu dengan alas yang lembut untuk mencegah lecet pada kaki.
Kaki dan tangan yang kering perlu dirawat untuk menghindari terjadinya luka.
Perawatan sederhana dapat dilakukan dengan merendam kaki atau tangan pada air hangat (boleh diberi garam) selama beberapa menit, kemudian diolesi dengan minyak kelapa atau minyak lainnya supaya tetap lembut.
Setiap bantuan sekecil apapun yang diberikan kepada orang yang tepat, akan membawa kebahagiaan yang besar untuk mereka.
untuk Inspirasiana
Facebook Comments