Beberapa hari lalu teman saya, seorang romo Katolik di Jogja, belanja di sebuah toko bahan bangunan. Setelah membayar dengan uang dari sebuah amplop, ia pun pulang dengan mengendarai motor.
Tak disadarinya, amplop berisi uang tercecer. Malang nian. Seharian dia tampak murung karena kehilangan uang dalam jumlah yang lumayan besar. Ada rasa bersalah dan rasa penyesalan yang mendalam karena kecerobohannya.
Pagi harinya, telepon berdering. Dari Semarang. Rupanya rekan kami mengabarkan ada seseorang dari Jogja yang menelepon alamat biara pusat kami di Semarang karena ia menemukan amplop bertuliskan kop biara pusat kami itu.
Teman saya yang kehilangan uang itu pun sontak ceria. Ia tidak jadi kehilangan uang yang memang dalam amplop dengan kop lengkap alamat biara pusat kami di Semarang.
Tok…tok…tok, suara pintu biara kami diketuk. Sepasang suami istri muda. Sang istri mengenakan jilbab. Dengan senyum tulus, rekan saya menyambut pasutri ini yang menemukan amplop uangnya.
Sepasang suami istri ini berjualan makanan di samping toko bangunan tempat belanja teman saya. Dengan segala kejujuran hati, mereka menyimpan dan berusaha mati-matian agar uang itu kembali pada pemilik aslinya. Bahkan mereka tak ragu mendatangi biara Katolik kami.
Teman saya menawarkan sekadar ucapan terima kasih, namun dengan segala ketulusan hati pasangan muda ini menolaknya.
“Sudah kewajiban kami mengembalikan pada yang berhak,” ujar mereka polos.
Peristiwa kehilangan uang berujung manis bukan kepayang. Itulah cinta tulus sesama insan beriman pada Tuhan.
Salam persaudaraan. Ditulis oleh Romo Bobby Steven MSF untuk Inspirasianakita.com, situs pemerhati taman baca di NTT dan Boyolali.
Facebook Comments