Taman Baca Inspirasiana Soa, Membaca Harus Menjadi Habitus
Oleh Urbanus Haji Ahmad No
Anita, Maria, Marselina dan Katarina terlihat lesu pasca diberi tugas dari guru untuk membuat karangan berupa sebuah biografi. Siswi SMAN Soa bingung harus memulai menulis.
Akhirnya dibantu oleh guru pembimbing mereka mencoba mencari salah satu sosok yang selama ini aktif dalam dunia literasi di kampung tepatnya di desa Piga, Kecamatan Soa, Kabupaten Ngada. Dengan berbagai keterbatasan yang ada dan bermodalkan kemampuan alami dalam berimajinasi akhirnya tugasnya selesai.
Berbicara pendidikan di Flores sebenarnya tentang keterbatasan. Keterbatasan akan berbagai hal untuk membangkitkan kemampuan potensial yang dimiliki anak-anak Flores. Potret kisah kecil di atas adalah sekelumit kesulitan belajar yang dialami anak Flores umumnya.
Berbagai alasan hadir di balik kegalauan mereka. Dan itu lebih mengerucut pasca pandemic covid 19. Mereka terpaksa harus mulai belajar dari rumah dengan berbagai fasilitas yang terbatas.
Di balik riuhnya anak-anak milenial bersafari ria dengan dunia gawai (gadget), mereka justru masih sebagian besar berkecimpungan dengan dunia belajar guru aktif di mana sumber pengetahuan satu-satunya berasal dari penjelasan guru-guru. Buku-buku sumber pelajaran bertumpu pada punyanya guru. Hampir semua sekolah belum memiliki perpustakaan yang memadai.
Kesusahan itu diperparah lagi dengan keadaan geografis di sebagian tanah Flores yang tidak memiliki sinyal internet yang mampu mempermudah akses internet. “Kami sudah isi data tapi tidak bisa buka intenetnya. Hanya ada loading dan tidak lama bilang sinyal hilang,” tutur Maria salah satu dari Siswi kelas X.
Sebenarnya dasar dari semua persoalan di atas adalah kemiskinan yang mendera sebagian masyarakat. Sejak dahulu sebagian besar masyarakat Flores hidup sebagai petani. Rata-rata hanya petani tradisional yang saat ini mulai disentuh dengan teknologi modern namun belum menyebar secara utuh.
Hasil panenan sekedar untuk persediaan makanan dan sedikit tambahan untuk kebutuhan lain salah satunya untuk pendidikan. Tentunya biaya pendidikan juga tidak menjadi dominan karena skala prioritas usahanya adalah masalah perut.
Persoalan dasar ini menjadi permasalahan yang besar ketika masalah pandemi virus corona hadir. Masyarakat Flores seakan mengalami guncangan budaya (culture shock) yang besar. Siswa diharuskan memilik HP.
Pendidikan yang awalnya diserahkan seutuhnya ke tanggung jawab guru kini menuntut partisipasi orang tua wali yang selama ini fokus di dunia pertanian dan awam dengan urusan ini. Himpitan ekonomi membuat orang tua lebih mengizinkan anak-anaknya untuk membantunya bekerja di ladang ketimbang dunia pendidikan. Ini realitas!
Anita, Maria, Marselina dan Katarina adalah potret dari murid yang mencoba bertahan dengan keadaan. Bermodalkan informasi dari guru mereka mencoba berkomunikasi dengan orang-orang yang bisa membantu mereka untuk sekedar membagi ilmu dan memiliki koleksi buku yang mungkin terbatas sekali namun bisa menjawab kebutuhan. Akhirnya mereka bertemu dengan tokoh pemuda yang sudah lama berkecimpung dengan dunia literasi. Orang memanggilnya Adji.
Lelaki pemilik nama lengkap ini sudah lama bergelut dengan dunia literasi karena miris melihat kenyataan perih yang dihadapi anak-anaknya. “Kita tidak bisa berbicara tentang sebuah kemajuan yang besar jika SDM masyarakat sangat terbatas. Saat ini hal pertama yang harus kita lakukan di Flores ini adalah menggerakan anak-anak untuk giat membaca,” tegasnya.
Adji sangat yakin jika potensi ilmu yang dimiliki anak-anak Flores sangat tinggi. Hanya tinggal bagaimana kita membangkitkan potensi itu. “Ya layaknya bidan. Kita tinggal membantu melahirkan “bayi-bayi” pengetahuan dari diri mereka agar menjadi sebuah kehidupan. Membaca harus menjadi habitus,” tambahnya.
Bagi Adji gerakan untuk literasi ini butuh banyak dukungan. Banyak kendala yang dihadapi. “Riilnya gini. Kita ingin memiliki buku. Dan itu harus dibeli di Jawa. Berapa sih toko buku di Flores ini. Di Ngada ini hampir tidak ada. Selama ini kita membeli buku dengan memesan dari Jawa. Ironisnya harga buku justru lebih murah dari ongkos pengiriman yang kita keluarkan,”paparnya.
Ketika mendapat bantuan dari komunitas Inspirasiana, Adji amat bersyukur. “Ini semacam oase di tengah gurun. Tidak disangka di tengah kebuntuan ini tiba-tiba kami mendapat bantuan ini. Semoga ini menjadi langka awal yang menarik,” ucapnya.
Meskipun masih banyak yang akan dibenahi namun bantuan ini membangkitkan ruang juang. “Kami akan berusaha membuat ruang khusus biar nanti menjadi taman baca yang jadi ruang belajar bagi semua orang,” tutupnya.
Kisah itu akhirnya berlanjut. Dengan bantuan para donator, Taman Baca Inspirasiana Soa terbentuk. Beberapa majalah, komik dan buku-buku pelajaran mulai tersedia. Para pengelola pun perlahan mulai mengajak para siswa untuk mencurahkan sedikit waktu mereka di taman baca ini. Minimal 30 menit setiap hari di luar jam sekolah mereka.
Ini tidak mudah dengan rutinitas harian anak yang biasanya setelah sekolah menghabiskan waktu dengan bekerja di ladang.
Tetapi secara berlahan mulai muncul kesadaran akan pentingnya membaca. TB Inspirasiana juga mulai bekerja sama dengan guru-guru sekolah terdekat agar sekali seminggu dapat mengajak anak-anaknya untuk bertandang ke TB ini. Targetnya satu agar mereka mulai giat membaca.
TB Inspirasiana Soa berada di Pulau Flores, tepatnya di Desa Piga I, Kecamatan Soa, Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur. TB ini merupakan salah satu TB pertama di Kecamatan Soa ini yang harus melayani kedua belas desa yang ada di kecamatan ini untuk anak-anak dari Taman Kanak-kanak hingga SLTA.
Pelayanan ini bersifat gratis dan memberi kesempatan seluas-luasnya untuk anak-anak secara sadar untuk datang. Jadi tidak ada unsur pemaksaan. Target kami adalah munculnya sebuah kesadaran membaca dari diri.
Taman Baca ini dikelola secara mandiri. Buku-buku dibeli dari usaha sendiri dan bantuan dari para donator. Saat ini kami sangat berterima kasih dengan teman-teman di Komunitas Inspirasiana yang dengan caranya telah berbagai ilmu dengan kami lewat buku. Semoga hal ini menjadi cemeti yang memacu kami untuk berusaha.
Saat ini Taman Baca ini dikelolah oleh dua sahabat yakni Roman Rendusara dan Urbanus Haji A. No.
TB Inspirasiana Soa sendiri masih menggunakan salah satu ruangan rumah dari salah satu warga yang rela tempatnya untuk Taman Baca. Pengelolah sendiri lagi berusaha untuk secara bertahap mulai membangun satu tempat yang lebih luas sehingga bisa membuat anak-anak lebih bebas dalam berekspresi dengan buku.
Akhirnya, meski sudah mengoleksi ratusan judul buku dan majalah, TB Inspirasiana Soa tetap membutuhkan bantuan untuk menambah koleksi buku. Sekaligus akan mengusahakan untuk memperluas jangkauan akses taman baca ini ke pelosok-pelosok desa di Flores sebagaimana diharapkan masyarakat.
Catatan akhir, kami memerlukan bantuan donasi buku dan biaya pengiriman untuk menambah koleksi TB Inspirasiana di Soa, yang dikunjungi anak-anak setempat untuk menambah ilmu. Jika berkenan, silakan hubungi email inspirasianakita@gmail.com untuk donasi.
Facebook Comments