Bobby Steven Octavianus MSF,
Dosen Fakultas Teologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
Inspirasianakita, 23 September 2023
Hedonisme bukan paham baru. Ia pertama kali dicetuskan oleh filsuf Yunani Kuno bernama Aristippus dari Cyrene (435 SM-366 SM), seorang murid Socrates.
Mengutip laman britannica.com, Aristippus meyakini bahwa kebahagiaan dalam hidup dicapai saat orang merasakan sebanyak mungkin kesenangan dan sekecil mungkin merasakan derita.
Akan tetapi, seperti Socrates, Aristippus menaruh perhatian besar pada etika praktis. Aristippus berpendapat, memang benar orang harus mencari kesenangan dalam hidup, tetapi orang tetap harus menggunakan pertimbangan akal sehat dan mampu mengendalikan nafsu-nafsu diri.
Semboyan Aristippus adalah “Saya menguasai (kesenangan hidup), tapi saya tidak dikuasai olehnya” (I possess but I am not possessed). Bisa kita simpulkan bahwa hedonisme itu aslinya paham yang tidak sepenuhnya buruk. Alih-alih, hedonisme sejatinya mengajarkan keseimbangan dalam mencari kebahagiaan hidup.
Menyoal Gaya Hidup Hedonis
Kecil dimanja, muda foya-foya, tua kaya-raya, mati masuk surga. Begitulah kiranya semboyan banyak manusia modern. Vanessa Angel pun kemungkinan menjadi pengikut hedonisme yang dipahami oleh masyarakat modern ini.
Banyak manusia jaman now melupakan bagian kedua ajaran Aristippus. Sekali lagi, Aristippus mengajarkan dua hal: pertama, “Saya menguasai (kekayaan dan kesenangan hidup); Kedua, “tetapi saya tidak dikuasai (oleh kekayaan dan kesenangan hidup)”.
Singkatnya, Aristippus tidak hanya mengajarkan bahwa manusia hanya perlu mengejar kesenangan hidup saja. Sembari mengejar kesenangan hidup, manusia harus bisa mengendalikan nafsu-nafsu dirinya.
Jadi, hedonis sejati justru bisa kendalikan nafsu-nafsu dalam diri: nafsu untuk kaya, bersenang-senang
Sayangnya, banyak manusia modern hanya menjalankan bagian pertama dari ajaran Aristippus tadi. Tak heran, banyak orang menghalalkan segala cara untuk lekas meraih kekayaan.
Mari kita kembali ke makna hedonisme seperti saat pertama kali dicetuskan Aristippus pada abad kelima SM.
“Saya menguasai (kesenangan hidup), tapi saya tidak dikuasai olehnya”
(I possess but I am not possessed)”
Berani berkata “cukup”
Kapan kita menjadi hedonis? Sukant Ratnakar, seorang penulis dari India dalam bukunya Open the Windows: To the World around You (2001) mengatakan
“Saat cukup itu tak lagi cukup, seorang hedonis dilahirkan”
(“When enough is not enough, a Hedonist is born”).
Tentu saja, Ratnakar memahami hedonisme seperti pengertian modern, yang juga dimuat dalam KBBI. Akan tetapi, di balik kalimat itu, Ratnakar secara tersirat menunjukkan bahwa gaya hidup hedonis bisa dilawan dengan pengendalian diri.
Mengendalikan diri di zaman modern ini mencakup keberanian mengatakan cukup dalam banyak bidang kehidupan.
4 Kiat Hemat Tanpa Jadi Hedonis
1. Membeli apa yang benar-benar kita perlukan
Kita dijejali aneka iklan yang kita lihat saat kita berselancar di dunia maya, saat menonton televisi, membaca koran, dan mendengarkan radio.
“Cuma hari ini, beli 1 dapat 2. Ayo, beli sekarang juga!” adalah contoh bunyi iklan yang kita lihat. Dengan tampilan visual dan kalimat yang memikat, iklan-iklan itu mencoba meyakinkan kita bahwa kita harus segera membeli barang atau jasa yang ditawarkan.
2. Memanfaatkan barang dengan cermat dan memeliharanya seawet mungkin
Semakin kita rajin membeli barang baru tanpa mau merawat barang lama, semakin boros pengeluaran kita dan semakin banyak sampah yang kita hasilkan.
Fenomena barang-barang yang masih layak pakai namun dibuang terlalu dini oleh para pemiliknya kini makin menggejala. Untuk melawan gejala buruk ini, kita perlu merawat barang-barang agar tahan lama. Dompet selamat, bumi pun selamat.
3. Belajar bahagia dengan hal-hal dan aktivitas sederhana
Pendapatan kaum milenial Indonesia kini sebagian besar digunakan bukan untuk membeli barang, tetapi untuk mencari hiburan dan memuaskan hobi. Tak heran, situs-situs penyedia jasa liburan dan hiburan makin meraja.
Pertanyaan untuk kita tanyakan pada diri sendiri: “Perlukah ke Raja Ampat menghabiskan jutaan untuk liburan atau cukupkan jalan-jalan bersama keluarga ke tempat wisata di kota-kota sekitar? Perlukah membeli gim mahal atau cukupkah tiap akhir pekan main futsal dengan teman-teman?”
Mari kita belajar bahagia dengan hal-hal dan aktivitas sederhana. Uang bisa kita gunakan untuk kepentingan yang lebih mendesak dan atau untuk membantu sesama yang berkekurangan.
4. Jangan serakah
Semakin banyak keinginan kita untuk beli ini-itu, pergi ke sana-sini, semakin tinggi kebutuhan kita akan uang. Tidak masalah kalau dorongan untuk membeli dan mencari hiburan itu membuat kita semakin semangat bekerja. Jadi masalah ketika kita tergoda untuk mencari penghasilan lewat cara-cara tidak jujur.
Kita perlu menjunjung tinggi kejujuran dalam mencari uang. Syukuri penghasilan yang kita peroleh secara jujur.
Salam hedonis sejati yang justru bisa kendalikan nafsu dengan berani berkata “cukup”!
Facebook Comments