Pulau Madagaskar berjarak 400 kilometer saja dari pantai timur Afrika. Akan tetapi, budaya Malagasi (orang Madagaskar) lebih mirip budaya orang Melayu, yang dapat mencapai pulau ini berkat bantuan angin dan arus laut.
Jejak Melayu di Madagaskar dapat kita telusuri dari aspek kultural, genetik dan linguistik.
Secara kultural, orang Malagasi memilik tradisi mirip orang Melayu, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi. Umpama, menanam padi, memainkan gambang, dan membuat perahu bercadik ganda.
Secara genetik, nenek moyang orang Malagasi berasal dari Indonesia. Sekitar 30 perempuan dan sejumlah kecil pria Indonesia (Nusantara) menjadi perintis kolonisasi awal. Demikian penelitian Herayati Sundoyo dkk (2012).
Penelitian genetik ini dapat menjelaskan mengapa secara linguistik, berbagai dialek Malagasi kental dipengaruhi bahasa Melayu, Kalimantan Timur, Bugis, dan Jawa.
Pada 1929, misionaris Otto Dahl mengemukakan kemiripan antara kosakata bahasa Malagasi dan Ma’anyan (bahasa di kawasan Sungai Barito).
K.A. Adelaar (1995) menjelaskan, bahasa Melayu dan Jawa cukup kuat mempengaruhi aneka dialek Malagasi.
Sebagian besar kosakata bagian tubuh dalam bahasa Malagasi berasal dari bahasa Melayu atau Jawa. Contoh: hihy (gigi); fify (pipi); tanana (tangan); dan molotra (mulut). Penamaan anggota tubuh menjadi indikator penting dalam menentukan kekuatan pengaruh suatu bahasa asal.
Adelaar juga menunjukkan, pengaruh bahasa Sanskerta pada Malagasi terjadi melalui perantaraan bahasa Melayu dan Jawa. Bukan pengaruh langsung dari bahasa-bahasa India. Ini tampak dari perubahan kata çe ṣa (S)-sisa (Melayu)-sisa (Malagasi).
Bahasa Malagasy memiliki sistem penulisan prakolonial yang diadaptasi dari penulisan Arab. Sistem ini disebut sorabe, dari kata soratra (menulis) dan be (besar). Adelaar menduga, sorabe diperkenalkan oleh pendatang dari Asia Tenggara, khususnya Jawa.
Pada hemat penulis, dugaan Adelaar soal asal sorabe ini amat beralasan. Dalam bahasa Jawa halus, nyerat berarti menulis serat (surat). Adapun be kiranya berasal dari kata Melayu, besar atau kata bahasa Jawa, amba (dibaca ombo), yang artinya luas.
Adelaar menambahkan, beberapa kata dialek Malagasi dipengaruhi tradisi Jawa-Islam. Umpama, kata dialek Antaimoro Malagasi, sombidy (menyembelih) berasal dari kata Melayu, sembelih. Kata ini berasal dari kata b’ismi’llahi (demi nama Allah), yang diucapkan saat menyembelih hewan menurut aturan Islam.
Penulis menambahkan sejumlah kata yang menunjukkan keterkaitan erat antara bahasa Malagasi dan Jawa: orona-irung (hidung); telu-telu (tiga); maimbo-mambu (berbau busuk); vary (beras)-pari (padi); sisin dalana-sisih dalan (sisi jalan).
Ada pula beberapa kata kerja yang mirip kata Melayu: mamono (membunuh); mandro (mandi); maty (mati); mitombo (bertumbuh).
Sejumlah kata benda Malagasi berawalan v berasal dari kata Melayu berawalan b, atau Jawa berawalan w. Umpama, vihy (biji/wiji); volana (bulan/wulan); volo (bulu/wulu).
Kuatnya pengaruh Melayu di Madagaskar sebenarnya tercermin dari nama asli Madagaskar. Pada peta karya Muhammad al-Idrisi pada 1154, pulau ini diberi nama Gesira Malai. Ini terjemahan tak sempurna bahasa Latin dari bahasa Arab, jazira almalayu (jazirah Melayu).
Orang Eropa salah kaprah mengucapkan Gesira Malai sebagai Malai Gesir dan akhirnya jadi Madagascar. O, ternyata begitu!
Bobby Steven MSF
Facebook Comments