Bagi Orang Tionghoa, Tak Selamanya Merah itu Hoki

Bagi masyarakat Tionghoa, Imlek identik dengan warna merah. Sebabnya merah adalah warna hoki. Cobalah lihat, lampion, angpao, hingga baju. Semuanya harus berwarna merah.

Pun halnya dengan perayaan besar lainnya. Seperti ulang tahun, perkawinan, atau pada saat bayi dilahirkan. Sekali lagi, semuanya umum berwarna merah.

Jadi, kesimpulannya jelas. Merah identik dengan seluruh hal yang baik bagi masyarakat Tionghoa.

Akan tetapi, sudah hampir lima tahun saya dilarang oleh ahli Fengshui untuk mengenakan warna merah. “Tidak terkecuali Imlek, Koh?” tanyaku.

“Pokoknya no merah, no merah. Titik, jawabnya singkat dan padat.

Alasannya adalah karena itungan Fengshui. Konon tanggal lahirku sudah banyak “merahnya.” Sehingga jika memaksakan baju berwarna merah, maka diriku akan “terbakar.”

Tentunya ungkapan sang master Fengshui hanyalah kiasan saja. Perlu diketahui jika ada lima unsur dalam metodologi Fengshui, yakni: logam – air – kayu – api – tanah.

Kelima unsur ini disingkat sebagai wu-xing atau lima unsur. Alam dan seluruh isinya dianggap berkorelasi dengan kelima unsur ini. Saling terkait dalam hubungan mendukung maupun menghancurkan.

Begitu pula warna. Merah identik dengan api dan seluruh sifat pembawannya, seperti panas, emosi, berani, bersemangat, dan lain sebagainya.

Nah, katanya sih saya dilahirkan sebagai seseorang yang selalu bersemangat, pantang menyerah, dan berapi-api. Jika semangat ini dikobarkan lagi, takutnya berlebihan. Itulah mengapa si master Fengshui melarangku mengenakan baju berwarna merah.

Lalu, apakah dengan demikian saya juga dilarang untuk hoki? Kata si master sih tidak, saya tidak perlu warna merah untuk hoki.

Yauda, saya percaya saja. Lagipula tidak semuanya warna merah itu hoki bagi orang Tionghoa. Dalam beberapa situasi, warna merah justru dilarang digunakan.

Yang pasti pada saat berkabung. Pernah suatu hari, sehabis pulang kantor diriku buru-buru ke rumah duka. Sesampainya di sana seluruh mata memandangku terheran-heran. Ternyata pada saat itu saya tidak sadar jika sedang mengenakan batik warna merah. Amsiong dah.

Tapi, secara kontras warna merah wajib dikenakan jika ternyata almarhum telah berusia 90 tahun ke atas. Mengapa? Karena katanya 90 tahun adalah bonus. Yang meninggal seharusnya senang, telah diberikan umur panjang. Nah lho.

Ayah juga sangat marah jika saya menulis dengan tinta merah. Meskipun terkadang, atas nama kepepet, tinta merah pun saya torehkan di atas kertas catatan.

Dalam banyak budaya, tinta merah memang melambangkan kemarahan. Atau penekanan terhadap hal-hal yang buruk. Pada buku rapor misalkan.

Tapi, kembali lagi ke sejarah. Di Zaman China kuno, warna merah hanya dituliskan untuk keputusan pengadilan terhadap terdakwa hukuman mati. Melambangkan darah yang sebentar lagi akan tercecer.

Masih curiga dengan alibi si master Fengshui. Saya bertanya kepada 10 orang, 11 orang menjawab jika imlek harus identik dengan merah. “Itu hoki, Rud. Pokoknya tidak bisa ditawar.”
Tapi, saya juga takut sial. Jadi kuikuti saja nasehat si master. Lagipula itu alasan mengapa aku meminta nasehatnya.

Untuk menghibur hatiku yang sedang galau ini, saya kembali menelusuri makna merah dalam perayaan imlek. Ternyata terkait dengan legenda monster Nian.

Alkisah di zaman dulu. Kira-kira 2000 tahun lalu. Tepatnya pada zaman dinasti Selatan. Terkisahlah sesosok monster yang berbadan banteng dan berkepala singa.


Monster tersebut bernama Nian dan kegemarannya memakan daging manusia. Kurang ajarnya ia selalu datang pada waktu yang tidak tepat. Pada saat perayaan imlek, di mana penduduk desa selalu kumpul bersama.

Lalu datanglah seorang tua bijaksana ke desa tersebut. Dengan gagah berani, ia mengenakan warna merah, kertas merah, dan bunyi petasan. Syahdan monster Nian pun lari terbirit-birit.

Sejak saat itu, warga Tionghoa pun memiliki kebiasaan. Selama imlek baju merah harus dikenakan.

Kesimpulannya, sudah lima tahun saya menjadi santapan monster Nian tanpa saya ketahui. Ah, tidak begitu sobat.

Bagi saya sendiri, merah memang identik dengan hoki. Tapi, ia juga identik dengan energi Yang dalam unsur api yang melambangkan semangat. Nah, saya sendiri merasa jika diriku memang adalah orang yang energik.

Menambah warna merah sebenarnya tidak berarti apa-apa juga buatku.
Jadi, merah hoki. Ini tidak bisa digeneralisasi. Yang penting adalah setiap orang harus bersemangat. Warna merah hanya sebagai pengingat bukan penyebab.
Semoga bermanfaat.

**
Makassar 2 Mei 2022
Acek Rudy untuk InspirasianaKita

Facebook Comments