Pixabay.com/muhnaufals

Membaca bukan sekadar soal kata-kata, tetapi perlu juga membaca yang tak tertera dan seksama.

Ada tulisan yang sangat memikat, ibarat makanan terasa lezat, tetapi hanya terasa di ujung lidah, sampai ke perut tidak bergizi. Ibarat sebuah tulisan yang enak dibaca, tetapi tidak sampai menyentuh hati.

Ada tulisan yang gaya bahasanya sangat memukau, ibarat penampilan seorang wanita atau pria yang membuat terpesona dengan pakaian dan hiasan mewah.

Ternyata penampilan mereka yang seperti orang baik-baik hanya untuk menjebak atau sebagai modus untuk menipu. Kenapa bisa?

Demikianlah ada tulisan dengan untaian kata tertata bahasa indah dan istilah kata-kata berkelas terbaca ada kebenarannya. Sungguh sangat menggoda untuk terus membaca, ternyata tak lebih isinya hanya hoaks alias omong kosong saja.

Namun tidak sedikit yang sudah tergoda dan tertipu apa yang dibaca sebagai kebenaran. Lalu menyebarkan pula tanpa merasa bersalah. Karena ibarat sudah terhipnotis, seakan kehilangan kesadaran.

Di grup-grup perpesanan WhatsApp yang saya ikuti, sampai saat ini masih saja ada mengirim ulang berita yang sudah lama seakan baru, tidak benar pula.

Kenapa tidak benar? Karena saya sudah terbiasa mengecek terlebih dahulu sebuah berita untuk memastikan kebenarannya.

Apabila kita hanya membaca apa yang tertulis ada kebenarannya, tetapi ada tidak benarnya juga. Kalau tidak teliti tanpa sadar kita telah disesatkan lalu menyebarkan pula berita yang tidak benar ini.

Misalnya dengan menulis waktu dengan “Senin besok”.
Setelah cek ternyata beritanya sudah lama. Pintar sekali.

Belum lama juga saya menonton berita tentang vaksin palsu di beberapa klinik dengan mengutip dari berita tepercaya.

Namun, penulis berita ini licik sekali dengan menghilangkan waktu kejadian dan jenis vaksin yang dimaksud, sehingga anggapan kita vaksin palsu tersebut adalah vaksin untuk Covid-19. Sempat bikin heboh.

Sebenarnya itu adalah berita lama soal maraknya vaksin palsu untuk balita di beberapa rumah sakit dan klinik.

Tentu kita sudah paham di zaman media sosial saat ini orang menyebarkan sebuah berita atau tulisan dengan begitu mudah. Yang tidak kita sadari adalah ternyata itu adalah hoaks dengan tujuan tertentu. Entah apa itu.

Akibat kita kurang teliti dan bernafsu ingin menjadi yang pertama menyebarkan, sehingga tidak mengecek lagi kebenarannya. Tanpa sadar telah menjadi penyebar berita bohong.

Atas kejadian ini, entah sudah berapa kali saya menegur teman-teman di grup yang begitu mudah meneruskan sebuah berita tanpa tahu berita itu benar atau salah. Kemudian tentu saya juga menyertakan tautan beritanya.

Apa tidak sadar dengan kecerobohan menyebarkan berita bohong bisa mencelakakan orang lain? Panik atau jadi percaya dengan kebohongan.

Apalagi soal ramuan obat herbal yang dikatakan bisa mengobati penyakit tertentu tanpa kita sendiri yakin atau cek ulang kebenarannya.

Asal kita mau sedikit menyisihkan waktu untuk cek berita yang kita terima atau baca pasti kita akan menemukan kebenarannya.

Apabila tidak ketemu dan kita sendiri ragu, lebih baik disimpan saja beritanya daripada bikin masalah.

Seperti yang kita tahu mereka yang bertujuan menyebarkan berita palsu bukanlah orang bodoh. Oleh sebab itu mereka akan menulis dengan bahasa yang sangat bagus dan meyakinkan seakan-akan orang terhipnotis lalu percaya.

Bisa juga karena kata-katanya sangat meyakinkan, sehingga tadinya kita masih ragu pun bisa berubah pikiran. Jujur saja saya yang mengira sudah teliti dan tidak mudah percaya kadang masih bisa terpengaruh.

Kadang rasanya gatal tangan ini untuk segera mengirimkan.

Dalam hal ini, ternyata tidak cukup hanya mengecek kebenaran tulisan sebuah berita. Katakan kalaupun beritanya benar, masih perlu menyikapi dengan kritis dan bijaksana.

Apakah ada manfaatnya atau justru membuat resah dan panik orang lain?

Jadi, dalam hal ini masih perlu menimbang dengan seksama dalam menilai tulisan. Berita yang benar hasilnya belum tentu baik efeknya. Bisa jadi.

@cermindiri, 26 Januari 2022

Facebook Comments