
Oleh: Katedrarajawen
Ketika terjadi kesalahan, yang sering kita lakukan adalah spontanitas menyalahkan pihak lain. Tak terpikir dan kehilangan nyali untuk mengakui kesalahan sendiri. Bukankah ini kerap terjadi dalam kehidupan sehari-hari?
Ya, itulah saya.
Mengapa hal ini terjadi?
Karena jelas ini kekurangan kerendahan hati untuk mengakui bila kesalahan itu akibat kelalaian diri sendiri. Perasaan tinggi hati lebih menguasai. Ini membuktikan masih kurang pelatihan diri dan kerohanian belum dewasa.
Siapa yang berani memiliki kerendahan hati? Acap kali diri ini kehilangan nyali untuk mengakui kesalahan diri. Sekali lagi, itulah saya.
Entah berapa kejadian seperti ini saya alami. Menyalahkan orang lain adalah pembelaan diri yang selalu menjadi senjata sakti, agar tidak harus menanggung kesalahan seorang diri.
Tidak sadar hal ini justru mempermalukan diri sendiri. Menunjukkan kualitas diri yang masih rendah.
Belum lama ini saya belanja aksesori kendaraan bermotor melalui daring. Saat memeriksa barang yang saya terima, saya merasa kecewa. Karena ada beberapa barang yang tidak sesuai dengan pesanan.
Itu yang awalnya saya pikirkan. Ada barang yang seharusnya 2 buah, malah hanya satu. Ada yang seharusnya 1 buah, malah adanya 2.
Bagaimana ini?
Pikiran pertama yang muncul adalah saya ingin segera komplain. Protes keras. Barang yang ditunggu-tunggu malah salah kirim. Kecewa.
Apalagi selama ini saya juga sering membaca komentar dari para pembeli yang komplain tentang barang yang dikirim tidak sesuai dengan permintaan mereka. Misalnya juga warna yang berbeda dengan yang dipesan.
Tiba-tiba ada muncul pikiran pengingat untuk memeriksa detail pesanan. Walaupun sebenarnya saya yakin ada terjadi kesalahan dari penjual dalam mengirim pesanan.
Namun, saya berpikir juga sebelum melakukan komplain memang semestinya mengecek kembali.
Sebenarnya saya yakin dengan pesanan saya dan yang salah itu adalah penjualnya. Tidak mungkin saya yang salah. Pasti.
Akan tetapi mau tidak mau saya tetap harus memeriksa. Yang ada dalam pikiran tujuannya adalah untuk meyakinkan kalau memang saya yang benar.
Mengapa saya tidak berpikir, “Siapa tahu justru kesalahan yang terjadi ada pada diri saya?”
Gengsi dong. Jangankan merasa benar, ketika salah pun tetap harus merasa benar. Demi harga diri apapun yang terjadi tetap harus membela diri. Maju tak boleh gentar biarpun salah.
Apa yang terjadi?
Alamak!
Ternyata benar. Kekeliruan itu jelas ada pada saya yang salah memesan. Artinya penjual sudah mengirim sesuai dengan apa dan jumlah yang saya pesan.
Untung. Kalau tidak sudah komplain salah pula. Apa tidak malu?
Sebenarnya ini diam-diam juga malu pada diri sendiri. Dalam hati berharap tidak ada yang mengetahui masalah ini. Nyamuk atau cicak di dinding sekalipun.
Seperti biasa, biarlah menjadi pembelajaran kehidupan dengan menjadikan sebagai cermin diri. Bercermin dari kesalahan sendiri.
Ketika terjadi kesalahan jangan hanya berpikir ini kesalahan pihak lain, tetapi segera memeriksa diri. Apakah kesalahan yang terjadi karena diri sendiri?
Bukankah dengan melakukan ini adalah lebih baik?
Jangan jadikan kehidupan ini sebagai panggung mempertunjukkan kebodohan diri. Seperti yang kerap kali terjadi di media sosial. Di mana orang-orang pintar tidak malu mempertunjukkan kebodohannya.
@cermindiri, 10 Mei 2022
Facebook Comments