Saya belum pernah menginjak NTT sama sekali. Perhatian dan atensi saya hanya terbatas dari visual foto dan tulisan yang selalu menunjukkan kondisi nyata NTT.
Ketika foto-foto kekeringan yang diderita NTT selalu membuka mata saya. Kenapa sebagian warga NTT harus mengantri untuk air sebagai kebutuhan dasar manusia.
Menyedihkan sekali foto-foto yang menunjukkan seseorang perempuan honorer yang disorot oleh sebuat stasiun TV Lokal pada hari Pendidikan 2 Mei 2022.
Perempuan yang sebutlah namanya A itu, ketika ditanyakan apa harapan di Hari Pendidikan Nasional mengatakan, “Saya hanya mengharapkan untuk bisa diterima sebagai Pegawai Negeri Sipil. Saya sudah mengabdikkan diri di Sekolah NTT SMP Negeri Kuefeenu sudah hampir 10 tahun.”
Tiga guru honorer di SD Negeri Kueafenu dusun Kuafeni, Desa Nuapin, Kecamatan Fatumnasi, Kabupaten Timur Tengah Selatan, Provinsi NTT, juga menatap pilu atas nasib mereka yang tak ada ujung pangkalnya kapan mereka akan diangkat dari guru honorer menjadi guru tetap.
Lama kerjanya rata-rata 1 tahun 6 bulan, gaji yang diterima hanya Rp.100.000 per 4-6 bulan.
Cerita lain adalah Guru-guru Lulusan PPPK Guru Tahap 2 yang telah menjadi guru honorer yang telah lulus dan karirnya berjalan di tempat. Alasan yang tidak jelas mengapa mereka tidak diangkat menjadi pegawai tetap.
Mereka sudah diberhentikan dari sekolah induk terutama yang mengabdi di sekolah swasta, sementara di sekolah negeri pun mereka tidak diangkat.
Jika masalahnya adalah soal anggaran, Pemerintah NTT berpendapat mereka belum memiliki anggaran untuk para lulusan PPPK Guru Tahap 2 yang telah lulus.
Sedangkan disinyalir anggaran dari pusat kepada pemerintah daerah sudah diberikan. Kenapa hanya PPPK Guru yang lulus tahap 1 saja yang diberikan pekerjaan?
Itulah kisah jeritan guru-guru di NTT. Guru yang menjadi ujung tombak pendidikan , nyatanya mereka harus bergumul dengan kehidupan sendiri.
Bayangkan bagaimana mereka bisa mendidik anak apabila kehidupan keluarga dan pribadi mereka sendiri belum sejahtera.
Lalu, dengan kondisi yang sangat parah itu, apakah kita bisa berharap untuk kemajuan bangsa ketika pendidikan anak di NTT itu masih memiliki segudang masalah yang belum diselesaikan.
Belajar Pendidikan dari Mauritius
Berkaca dari sebuah negara kecil di benua Afrika bernama Mauritius. Pendidikan di sana diberikan secara gratis kepada semua warga negara. Mulai dari jenjang paling rendah, SD hingga perguruan tinggi. Bahkan untuk transportasi sekolah juga diberikan secara gratis.
Tidak ditemukan orang yang miskin di sana karena hampir semua warga sudah memiliki rumah, pekerjaan dengan pendapatan yang tinggi. Pendapatan per kapita negara itu mencapai 19.600 dollar, merupakan pendapatan tertinggi di Afrika.
Apa yang kita dapat pelajari dari negara kaya dengan pendidikan tinggi ini?
Presiden Mauritius Dr. Ameenah Gurib-Fakim yang memiliki gelar doctor di bidang kimia organik, mengatakan bahwa untuk menghancurkan sebuah bangsa tidak perlu dengan bom atom atau dengan roket jarak jauh.
Apabila warga negara memiliki kualitas pendidikan yang rendah, artinya ada pembiaran kecurangan dalam pembelajaran. Akibatnya akan terjadi hal-hal berikut ini:
Pasien meninggal di tangan dokter yang lulus dengan curang
Rumah akan roboh di tangan insinyur yang lulus dengan curang.
Kerugian harta yang besar di tangan akuntan yang lulus dengan curang
Agama mati di tangan tokoh agama yang tidak pernah berbuat jujur.
Semua ini disebabkan oleh kebodohan pelajar yang diajar oleh guru yang lulus dengan curang.
Pendidikan dimulai dari guru. Kualitas guru harus diperbaiki dengan kesejahteraan diri dan keluarganya. Lahirlah anak-anak Indonesia yang bermutu kualitas pendidikannya di tangan guru mereka.
Tangerang Selatan,5 Mei 2022
Ina Tanaya penulis di www.inatanaya.com
Facebook Comments