Pixabay.com/geralt

Katedrarajawen_Ibarat musim saat ini adalah musim konten. Seperti ketika musim penghujan jamur tumbuh di mana-mana. Hari-hari ini kita bisa dengan mudah menemukan berbagai jenis konten yang dibuat oleh orang biasa sampai orang yang luar biasa. Artis dan pejabat atau seorang tokoh memiliki konten tersendiri.

Isi konten bermacam-macam, ibarat pasar malam ada berbagai produk. Demikian konten-konten yang ada sekarang ini.

Konten dalam bentuk podcast atau siniar bisa berisi dari hal-hal biasa dalam keseharian sampai kejadian luar biasa. Apalagi urusan dunia artis atau politik yang bikin heboh. Ada. Tinggal pilih mana yang suka.

Belakangan yang ramai adalah konten membongkar praktik-praktik dukun palsu. Konten yang masih jarang sekali. Heboh. Banyak yang senang. Banyak pula yang kebakaran jenggot dan bernafsu untuk membuktikan kesaktian mereka.

Hasilnya? Ternyata kesaktiannya ngeles. Bahkan ada kreator konten yang menantang untuk disantet. Namun, sampai hari ini orangnya masih sehat-sehat. Artinya apa?
Keluarlah alasan ini dan itu.

Mengapa hari-hari ini begitu banyak yang tertarik menjadi kreator konten? Dalam hal ini tidak sedikit artis-artis terkenal yang beralih membuat konten. Ada orang biasa dan punya sedikit kemampuan pun mencoba ambil bagian dengan modal nekat atau dengan isi konten yang aneh-aneh. Tujuan supaya viral. Bahkan ada yang sampai berani mengadu nyawa demi konten. Cari keributan biar kontennya laris manis.

Apakah karena penghasilan yang menggiurkan?
Bisa jadi. Bisa juga aktualisasi diri. Pun bisa demi mencari sensasi.

Kabar gembiranya tentu kita menjadi banyak pilihan tontonan dan juga hiburan. Yang menggembirakan juga adalah kita bisa mengakses semua itu dengan mudah. Kapan suka dan di mana saja.

Selama ini saya sendiri jarang menonton yang namanya podcast atau seniar. Namun, belakangan ini saya hampir setiap hari saya menonton.

Berbagai siniar dengan berbagai topik saya amati. Khususnya yang belakangan ini heboh. Yakni soal dukun palsu. Tak heran menjadi pembicaraan sehari-hari.

Akhirnya banyak masyarakat yang terbuka wawasannya. Tidak sedikit praktik dukun palsu yang mengaku sakti, ternyata bermodalkan dengan trik sulap selama ini. Padahal dalam praktiknya sering kali juga mengatasnamakan agama dengan gaya khas orang sakti.

Banyak orang salut dan kagum atas keberanian sang kreator konten membongkar praktik pembodohan yang sudah berlangsung lama ini. Karena konsekuensinya sangat berat. Jarang gang berani.

Awalnya saya sendiri begitu tertarik dengan konten seperti ini. Karena hampir tidak ada konten sejenis. Hanya lama-lama merasa konten yang judulnya edukasi jadi semacam sensasi. Akhirnya jadi provokasi. Jad ramai. Bukankah itu yang dicari?

Saya akui tujuannya sangat baik dan ada manfaatnya. Walaupun ada hal-hal yang saya tidak sepakat. Ibarat sebuah tujuan baik tetapi dengan cara yang kurang baik.

Kalau maksudnya edukasi dengan cara menantang atau mempermalukan pasti akan mendapat perlawanan.

Sebaliknya mereka yang ingin membuktikan kemampuannya justru akan mempermalukan dirinya sendiri. Karena mereka yang benar-benar memiliki kemampuan tidak akan tertantang dan mempertontonkannya kepada orang lain.

Praktik dukun palsu memang menipu untuk mencari keuntungan. Masyarakat memang perlu diedukasi agar tidak mudah percaya. Namun, lebih menggunakan logika dan akal sehat ketika harus berobat atau hidup mendapat berkat.

Bicara kesaktian atau kegaiban. Apakah kesaktian atau kegaiban itu tidak ada?

Ada. Namun, logika dan akal sehat tetap mesti bekerja. Walaupun ada hal-hal yang gaib sulit menerima dengan logika.

Orang yang tidak bisa melihat atau tidak bisa membuktikan bukan berarti tidak ada. Lebih lagi kemampuan manusia juga terbatas. Karena ada hal-hal yang bisa dijelaskan kata-kata, tetapi ada juga hal-hal yang tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata atau melihat dengan mata.

Seperti halnya rasa apel. Adakah yang bisa menjelaskan dengan jelas rasa apel itu bagaimana rasanya?

Walaupun rasa apel itu boleh dikatakan hampir sama, tetapi tanpa langsung merasakan tentu sulit untuk merasakan bagaimana rasa apel yang sebenarnya. Begitu pula dalam hal kegaiban.

Hal seperti ini tentu kurang layak menjadi sebuah tontonan. Apalagi menjadi arena pembuktian dan perdebatan. Orang yang benar-benar sakti tentu tidak akan membuktikan kesaktiannya kepada orang lain. Begitupun orang yang mengerti tentang kegaiban tidak akan menjelaskan kegaiban itu.

Namun, beginilah kondisi dunia orang-orang yang tidak mengerti justru merasa paling mengerti. Orang-orang yang tidak benar justru merasa yang paling benar.

Menyikapi dunia saat ini tentu perlu dengan cerdas dan bijaksana agar tidak larut terjebak di dalamnya. Tidak perlu membuktikan bahwa diri sebagai orang baik dan benar. Pembuktiannya hanya cukup dengan hidup baik dan benar.

Dunia memang penuh dengan omong kosong, sensasi, dan provokasi. Tergantung kita masing-masing bagaimana menyikapi.

@cermindiri, 04 September 2022

Facebook Comments