Mengulik Tafakur, Sebuah Renungan Penuh Syukur

Apa arti “tafakur”? Kita mungkin seringkali mendengar kata “tafakur” diucapkan oleh para dai, ulama, khatib atau orang-orang bijak. Tafakur adalah kata yang mempunyai arti renungan.

Dalam Al-Quran, ALLAH berkali-kali menyuruh kita untuk bertafakur. Rasulullah pun bersabda melalui hadistnya bahwa kita diharapkan untuk lebih banyak merenungkan ciptaan-ciptaan ALLAH namun jangan sekali-kali merenungkan Dzat ALLAH karena kita tidak akan mampu berfikir kearah sana.

Menurut Aisyah, istri Nabi, setelah turun sebuah ayat yang menyebutkan bahwa tanda-tanda penting bagi seseorang sehingga seseorang tersebut mempunyai iman yang kokoh dan mantap yaitu dengan cara merenungkan ciptaan-ciptaan ALLAH.

Tafakur adalah inti pikiran karena jika seorang pandai berfikir maka segala sesuatu selalu mengandung pelajaran baginya.

Dia pun akan selalu berkata-kata dengan perkataan yang penuh hikmah karena baginya berbicara tanpa hikmah adalah omong kosong yang hampa tak bermakna.

Jika ia terdiam, maka diamnya pun adalah penuh dengan tafakur karena berdiam diri tanpa tafakur berarti lengah.

Diam bukan hanya sekedar emas, tetapi diam adalah sumber pahala yang membahagiakan.
Seorang bijak pernah berkata bahwa andaikata orang yang bertakwa selalu memikirkan apa yang di akhirat nanti niscaya mereka tidak akan membiarkan hidup di dunia ini menjadi lengah walau hanya sekejap.

Tafakur merenungkan nikmat ALLAH adalah salah satu ibadah yang utama. Sesungguhnya Allah akan menambah nikmat tersebut bagi hambaNya yang pandai bersyukur.

Tafakur dengan bersyukur dan bersimpuh memuja kebesaranNya adalah wujud kesetiaan seorang hamba pilihan-Nya.

Jika pengalaman hidup akan menambah ilmu pengetahuan maka dzikir akan menambah rasa cinta dan tafakur akan menambah rasa takwa.

Maha Suci Allah. Subhaanullah. Harus diakui hanya Dia Yang Maha Suci semua mahluk memujiNya. Semua mahluk akan tunduk kepada kehendak-Nya.


Berbagai keindahan dan keajaiban penciptaan dari semua yang tampak pada mahluk-mahluk Allah merupakan tanda-tanda yang menjadi petunjuk atas kebesaran Allah.

Coba simak dan perhatikan bagaimana keadaan bumi tempat kita menetap dan berpijak. Begitu kokoh dengan tanah dan bebatuan saat kaki-kaki kita menginjaknya.

Pikirkan pula semua yang dijadikan di dalamnya dan di atasnya yaitu gunung-gunung yang tinggi.

Lautan-lautan yang meluap yang mengelilinginya, sungai-sungai yang mengalir di atasnya.
Berjenis-jenis tumbuhan dan pepohonan, berjenis-jenis binatang bertebaran di atasnya.

Coba simak rangkaian kalimat berikut ini : ”Dan suatu tanda kekuasaan Allah yang besar bagi mereka adalah bumi yang mati.
”Kami hidupkan bumi itu dan Kami keluarkan daripadanya biji-biji-an maka dari padanya mereka makan.
”Dan kami jadikan padanya kebun-kebun kurma dan anggur dan Kami pancarkan padanya beberpa mata air.
”Supaya mereka dapat makan dari buahnya dan dari apa yang diusahakan dari tangan mereka. Maka mengapakah mereka tidak bersyukur? (QS Yaa siin 33-35).

Sudah selayaknya kita menjadi makhluk yang harus tahu diri terhadap kodrat-Nya. Dengan tafakur akan dirasakan betapa Maha Segala Allah Tuhan tiada sekutuNya.

Allah sangat pantas mendapat pujian dari hambaNya. Hanya rasa syukur kepada Allah yang membuat seorang hamba menjadi utuh dalam kefanaan dan dalam genggaman Keabadian Sang Khaliq.


Kita simak apa yang dikatakan Imam Syafi’I: “Lawanlah nafsu bicara dengan diam, hadapilah soal pelik dengan tafakur. Berfikir cermat berarti selamat, penyesalan dan keinsyafat menyebabkan kita menjadi waspada, musyawarah dengan orang-orang budiman akan memperkuat keyakinan”.

Dikatakan pula oleh beliau bahwa keutamaan itu ada empat, yaitu:
(1) kebijaksanaan yang berpokok pada tafakur, (2) kesopanan yang berpokok pada penahanan nafsu, (3) kekuatan yang berpokok pada kekuatan yang sehat dan (4) keadilan yang berpokok pada keseimbangan jiwa.

Tafakur adalah cara berfikir yang memiliki spektrum multidimensi. Marilah kita bertafakur dan kita mulai dari diri kita sendiri.

Bertafakur melalui jalan menuju ke Langit Tempat Tertinggi Singgasana-Nya adalah perjalanan suci untuk mendapatkan Ridho-Nya semata.

@hensa, 29 Mei 2022
Karya Fiksi Hendro Santoso: Kemarau Panjang di Kota Hujan (Mizan, 2013), Masih Adakah Ruang di Hatimu (Mizan, 2014), Episode Akhir Cintaku (Mizan, 2014), Bunga Mutiara (Nulis Buku, 2015), Sketsa-sketsa Kita Kumpulan Cerpen (Mizan, 2017), Puspita Hati (Yayasan Pusaka Thamrin Dahlan, 2021).
Buku Non Fiksi: Bioetanol dari Tetes Tebu (Nulis Buku, 2013) dan Teknologi Tebu (Yayasan Pusaka Thamrin Dahlan, 2021).

Twitter : www.twitter.com/hensa17,
Facebook: www.facebook.com/hendro.santoso1, Instagram.com/hensa17. Blogger www.kompasiana.com/hensa17

Facebook Comments