Tradisi Man Yue, Telur Merah untuk Bayi Berusia Sebulan

Apa itu tradisi Man Yue, telur merah untuk bayi berusia sebulan?

Warna merah dalam tradisi Tionghoa memang mengartikan hoki. Cobalah lihat saat perayaan imlek. Dimana-mana berwarna merah. Menandakan harapan datangnya keberuntungan menjelang pergantian tahun.

Lalu ada juga telur merah. Tapi, telur yang satu ini tidak terlalu relevan dengan tahun baru imlek. Bagi orang Tionghoa, telur tersebut bernama telur kebahagiaan.

Sangat berhubungan dengan tradisi man yue, alias peringatan bayi berumur sebulan. Perayaan man yue sangat penting bagi orang Tionghoa. Melebihi meriahnya hari kelahiran.

Pada pesta tersebut, ramai keluarga dan kerabat datang berkunjung. Mereka membawa hadiah berupa perhiasan dan juga angpao bagi si bayi. Tentunya dengan harapan dan doa yang terbaik.

Secara tradisi, pada saat perayaan man yue, barulah wajah sang bayi diperlihatkan kepada khayalak ramai. Begitu pula dengan nama Tionghoa, akan diumumkan pada hari yang berbahagia tersebut.

Nah, para tamu undangan yang datang berkunjung tidak akan pulang dengan tangan kosong. Telur merah akan dibagi-bagikan sebagai ucapan terima kasih dan juga pembawa hoki.

Iya, hoki… Bagi tamu undangan, maupun bayi yang sudah genap sebulan usianya. Sebabnya, jauh-jauh pada zaman dahulu kala, ilmu pengobatan belumlah semodern sekarang. Angka kematian ibu dan bayi sangatlah besar. Begitu besarnya, sehingga perlindungan maksimal harus diberikan.

Selama masa nifas (periode bulan pertama pada saat ibu selesai melahirkan), ibu dan bayi harus benar-benar berada di dalam rumah. Tidak boleh keluyuran, bertemu orang lain, atau melakukan aktivitas normal.

Tidak lupa juga memakan makanan bernutrisi. Yang paling populer adalah rebusan kaki babi dengan jahe, telur, dan cuka. Resep ini masih terus bertahan hingga kini.

Mengapa sih sampai harus seketat itu? Sekali lagi, karena terlalu beresiko bagi kesehatan ibu dan anak pada masa ilmu kedokteran masih langka.

Dengan beristirahat penuh di dalam rumah, ibu bisa menjaga tubuhnya agar tidak terlalu lelah dan sekaligus menjaga sang bayi dari potensi penularan penyakit.

Secara filosofis, orang Tionghoa juga menganggap bahwa seorang bayi harus melewati periode Yin dan Yang pertamanya agar bisa berusia panjang. Periode tersebut diwakili oleh dua siklus purnama pada setiap tanggal 1 dan 15 imlek.

Usia sebulan dianggap sebagai (kemungkinan) batas usia di mana sang bayi akan bisa melanjutkan hidupnya hingga dewasa.

Baca pula: Surga dan Neraka dalam Budaya Tionghoa

Jadi, berdasarkan kepercayan ini, maka muncullah tradisi man yue. Telur pun terpilih, karena ia melambangkan kehidupan. Oh ya, tidak lupa juga rambut digunduli. Tidak ada referensi yang jelas tentang hal ini, sehingga penulis memberikan kesimpulan, biar mirip telor aja. Eh…

Seiring waktu berjalan, tradisi ini sudah mengalami perubahan. Sebagai contoh, konon telur merah hanya hadir untuk anak lelaki, wanita tidak. Tentunya sekarang ini sudah tidak lagi. Anak lelaki dan wanita sama saja.

Demikian pula dengan isolasi selama masa nifas. Tentunya juga tidak relevan lagi. Bukan hanya karena ilmu kedokteran sudah maju, tapi juga karena pemahaman terhadap nilai-nilai tradisi sepertinya juga sudah mulai menipis.

Akan tetapi, keberadaan telur merah masih tetap ada. Masih dibagi-bagi kepada para sanak saudara dan kerabat. Jamak terlihat berada dalam hampers man yue.

Disediakan bersamaan dengan kue-kue tradisional maupun modern lainnya. Telur merah akan terus ada sebagai bagian tradisi yang tak pernah lekang oleh waktu.

Demikianlah penjelasan mengenai arti tradisi man yue dalam budaya Tionghoa. Kata man yue sendiri berarti “bulan purnama”.
**
Acek Rudy for Inspirasianakita.com

Facebook Comments