Lazimnya orang memperingati hari tertentu untuk merayakan kebahagiaan. Akan tetapi, hal ini tidak berlaku untuk peringatan tiap 21 Februari di Indonesia. Tanggal tersebut diperingati sebagai Hari Peduli Sampah Nasional untuk mengenang suatu tragedi.
Dilansir Kompas (22/2/2005), pada 21 Februari 2005 terjadi longsor di TPA Leuwigajah, Cimahi, Jawa Barat.
Sampah yang buat resah
Sampah selama ini menjadi momok yang membuat warga Indonesia resah. Seiring meningkatnya jumlah penduduk, bertambah pula volume sampah.
Menurut Jakarta Post (20/5/2020), kawasan Jabodetabek yang berpenduduk lebih dari 30 juta orang menghasilkan lebih dari 14.000 ton sampah ke delapan tempat pembuangan sampah setiap hari.
Sampah yang tidak ditangani sejak hulu dengan baik akhirnya mendatangkan musibah dan keresahan. Beberapa kali gunungan sampah longsor dan menelan korban jiwa. Bukan hanya di Leuwigajah, tetapi juga Lembang dan Bantargebang.
Belum lagi munculnya konflik sosial akibat keberadaan TPA sampah. Pada 2010 warga Serpong, Tangerang Selatan menolak rencana TPA sampah yang pasti menyebabkan bau busuk. Pada 2010, terjadi kerusuhan kala warga Bantargebang, Bekasi, menolak kedatangan truk-truk sampah.
Sampah di Eropa dikelola jadi berkah
Kebetulan saya sempat tinggal dan juga mengunjungi negara-negara Eropa Barat. Ketika pertama tiba, saya dibuat kagum oleh pengelolaan sampah yang modern di Eropa.
Di setiap rumah tangga dan kantor, sistem pemilahan sampah dijalankan dengan penuh kedisiplinan sejak hulu, yakni sejak sampah dihasilkan. Sampah organik, plastik, kaca, baterai, alat elektronik, dan pakaian bekas dipilah sejak awal.
Di Roma ibu kota Italia, misalnya, setiap hari sudah diatur kapan petugas mengambil sampah menurut jenisnya. Sampah organik biasanya diambil setiap hari. Sampah lain, misalnya kertas dan logam diambil pada hari-hari tertentu. Berikut ini foto jadwalnya.
Setiap kota memiliki sistem pengumpulan dan pengelolaan sampah yang tertata rapi. Sejak dari rumah dan kantor serta tempat umum, warga dididik memilah sampah agar sampah jadi berkah. Sangat sedikit sampah yang akhirnya dibakar atau dibuang di TPA terbuka ala Indonesia. Ini foto tempat sampah terpilah (organik, kertas, material tak dapat didaur ulang) di Roma:
Saya ingat juga ketika sempat mengunjungi Firenze, saya dibuat heran oleh tempat sampah yang ada kuncinya. Ternyata hanya warga sekitar yang telah membayar “iuran sampah” saja yang bisa membuka tempat sampah itu. Mengelola sampah memang perlu biaya dan komitmen.
Uniknya, di Firenze itu saya tidak melihat adanya tong sampah besar. Ternyata, tong sampah ditanam di bawah trotoar. Ketika orang memasukkan sampah, sampah itu langsung meluncur ke tong besar di bawah tanah. Pemandangan kota jadi lebih indah tanpa adanya tong sampah jumbo. Hebat!
Solusi terbaik: Zero Waste to Zero Emission
Sistem pengelolaan sampah modern ala Eropa memang ketat menerapkan prinsip Reduce, Reuse, Recycle. Sedapat mungkin sampah dipilah sejak dari rumah/kantor/tempat publik agar dapat didaur ulang dan atau digunakan kembali.
Menurut Ringkasan Eksekutif Laporan Zero Waste to Zero Emission yang dirilis Global Alliance for Incinerator Alternative (GAIA) Oktober 2022, pengurangan sampah dari sumber adalah cara terbaik untuk mengurangi emisi GRK, terutama sampah makanan dan plastik.
Pengurangan sampah sejak dari sumbernya adalah strategi penting untuk mengatasi sampah makanan. Saat ini mayoritas sampah terdiri dari sepertiga dari produksi
makanan dan bertanggung jawab atas 10% dari emisi gas rumah kaca global.
Pendekatan terbaik untuk mengurangi emisi metana TPA adalah dengan menghindarinya
penimbunan sampah organik. Sampah organik merupakan proporsi terbesar dari aliran limbah padat.
Seperti aliran limbah lainnya, pencegahan limbah atau penghindaran memiliki dampak terbesar. Sepertiga dari semua makanan diproduksi terbuang sia-sia, dan bertanggung jawab sebanyak 10% dari global Emisi Gas Rumah Kaca.
Mengatasi limbah makanan mengurangi emisi antara 0,8 dan 4,4 ton CO2 e per ton limbah dicegah. Pengurangan limbah makanan dapat menurunkan emisi Gas Rumah Kaca global hingga 2%.5%.
Sebagian besar pengurangan emisi ini terjadi pada produksi dan transportasi makanan bahkan sebelum mencapai konsumen.
Dari delapan kota yang diteliti GAIA, hanya Bandung yang mempertimbangkan rencana tindakan untuk mengurangi limbah makanan. Sebenarnya, strategi yang sering diabaikan ini layak mendapat perhatian lebih.
Bandung adalah ibu kota Provinsi Jawa Barat dengan populasi 2,5 juta yang diperkirakan mencapai 2,6 juta pada tahun 2030. Pada siang hari, Bandung menerima tambahan 1,2 juta orang dari kabupaten/kota sekitarnya.
Menurut perkiraan YPBB Bandung, sampah pada tahun 2020 telah mencapai 0,70 kg/
kapita/hari dan diproyeksikan mencapai 0,78 kg/kapita/hari pada tahun 2030. Hampir setengah aliran limbah adalah sampah organik (44,51%) dan plastik (17%).
Sayangnya, hanya sekitar 6% dari sampah Bandung dikumpulkan untuk didaur ulang, terutama kertas dan karton (29.021,6 ton/tahun), diikuti oleh plastik (9.270,5 ton/tahun) kemudian sampah organik (4.111,1 ton/tahun).
Tidak ada data resmi yang mencatat jumlahnya limbah sektor informal yang dikumpulkan untuk didaur ulang. Sisanya dikirim ke TPA tanpa pengumpulan gas.
Seiring dengan limbah yang dihasilkan oleh tetangga kabupaten/kota, Bandung membuang sampahnya di TPA Sarimukti. TPA Sarimukti mulai beroperasi setelah gunung sampah TPA Leuwigajah runtuh pada tahun 2005. Tragedi gunung sampah Leuwigajah ini mengakibatkan kematian ratusan orang orang dan menyebabkan Bandung dipenuhi sampah.
Setelah beroperasi selama 15 tahun, Sarimukti telah mencapai kapasitas maksimum dan menyebabkan beberapa kali proses pengangkutan sampah ke TPA ini terganggu.
Pemerintah setempat berencana untuk memindah TPA regional ke lokasi baru di Legok
Nangka dan memanfaatkan teknologi Insinerasi Sampah Menjadi Energi. Namun, karena tipping fee yang tinggi, pemerintah menyadari bahwa cara terbaik adalah mengurangi limbah diangkut ke TPA melalui program Kota Tanpa Sampah.
Dalam bahasa lokal, program ini disebut Kang Pisman atau Kurang, Pisahkan, dan Manfaatkan. Sejak diluncurkan pada tahun 2017, Kang Pisman telah menjangkau hampir 12.000 KK dan 60.000 orang di Bandung. Kompos yang dihasilkan dari pengolahan sampah organik di Bandung juga mendorong pengembangan urban farming dan kebun masyarakat.
Inspirasi dari Italia
Ketika pencegahan tidak mungkin, pemulihan harus menjadi prioritas selanjutnya. Penyelamatan makanan dan program redistribusi kepada masyarakat yang membutuhkan,
melalui jaringan bank makanan dan distributor makanan lain, dapat menghasilkan
pengurangan emisi yang signifikan sekaligus dan peningkatan ketahanan masyarakat.
Misalnya, hanya dalam tiga tahun, penyelamatan makananan di Milan sudah bisa
menyelamatkan 130 juta ton sisa makanan setiap tahun. Milan berada di jalur yang tepat untuk memenuhi 50% targetnya menuju zero waste pada 2030 nanti. Demikian rilis Laporan Lengkap GAIA Oktober 2020.
Mengurangi dan memilah sampah perlu kita lakukan tiap hari. Ajang International Zero Waste Month, Program Zero Waste Cities (ZWC) yang dijalankan oleh Yaksa Pelestari Bumi Berkelanjutan (YPBB) bersama dengan GAIA hadir untuk mengajak masyarakat Indonesia untuk memahami dampak baik solusi zero waste.
Inspirasi dari Bandung cegah sampah menggunung
Kita patut meniru kisah sukses masyarakat dari tiga kelurahan (Sukamiskin, Cihaurgeulis, dan Neglasari) yang berhasil mengurangi jumlah sampah mereka sebesar 45,60% dari tahap awal dengan pemilahan sampah, sebelum diangkut ke tempat penampungan sampah sementara.
Strategi pemilahan sampah ini didampingi dengan baik oleh YPBB Bandung. Langkah pertama adalah dengan mengetahui karakter sampah di daerah tersebut. Studi karakter timbunan sampah ini disebut WACS atau Waste Analysis and Charaterization Studies).
WACS ini melandasi penyusunan dokumen perencanaan pengelolaan sampah daerah (RTPS). Tim YPBB telah melakukan WACS di Jatisari, Kabupaten Bandung. Warga desa sangat memetik manfaat karena jadi tahu bagaimana seharusnya memilah sampah yang biasanya mereka bakar dan mereka buang begitu saja.
Penyadaran akan sampah di tingkat akar rumput ini sangatlah penting. Sampah adalah hasil dari aktivitas kita. Karena itu, kita sendiri juga wajib bertanggung jawab atas produksi sampah kita. Mulailah dengan mengurangi produksi sampah dari diri sendiri, keluarga, sekolah, dan kantor.
Makan gulali sambil senyum berseri
Salam peduli dan salam lestari.
Bandung indah kotanya cerah lagi meriah
Gunung sampah kita cegah dengan pilah sampah
[Penulis: Bobby Steven]
Semua foto adalah dokumentasi pribadi dan atau dari YPBB Bandung. Kunjungi newsletter Zero Waste Cities di utas ini.
Facebook Comments