Apakah orang yang rajin beribadah menjadikan akhlaknya mulia dan tingkah lakunya terjaga?
Belum tentu menjamin. Tergantung setiap orang memaknai ibadah yang dilakoni.
Sejatinya ibadah itu bukti ketaatan seorang umat beragama kepada Tuhan. Selain itu adalah jalan untuk membina diri. Agar berhati baik, berkata yang baik, dan berbuat baik kepada sesama.
Melalui rutinitas beribadah, sehingga menjadi taat menjaga moralitas. Memiliki rasa malu kalau berbuat salah. Tahu diri tidak sembarangan berperilaku. Sadar diri karena banyak mata memperhatikan. Langit dan bumi mengawasi.
Namun, dalam realitas kehidupan acap kali berbeda cerita. Bukan begitu?
“Orangnya religius. Kenapa masih suka bohong?”
“Padahal sudah salah. Kenapa masih merasa tidak bersalah?”
Kenapa ya? Apakah sudah menjadi kebiasaan sehingga berbohong adalah hal yang benar?
Itulah unek-unek seorang teman. Ia bercerita menelepon temannya minta izin untuk bertemu di pasar mereka biasa berkumpul.
Temannya menjawab bahwa ia sedang berada di suatu tempat jadi tidak bisa bertemu.
Tentu teman saya merasa heran, karena baru saja melihat temannya itu di pasar.
“Mungkin kamu mau nagih hutang kali?” Saya menduga.
Ternyata bukan urusan utang. Teman saya mau konsultasi karena merasa temannya lebih berilmu. Apalagi dalam soal agama.
Ketika teman saya mengatakan ia baru melihat temannya, tanpa ada perasaan bersalah ia mempersilahkan teman saya menemuinya.
Itulah teman saya heran, temannya yang ia anggap religius itu masih bisa berbohong tanpa merasa bersalah.
Ia lalu bercerita kalau dirinya mau berbohong itu di hati itu seperti tidak rela. Misalnya ketika berjualan bakso dengan mencampur bakso yqng sudah kurang bagus ada perasaan bersalah.
Pernah juga ketika ia membeli bakso, penjualannya ada menitipkan bakso pesanan temannya.
Saat itu kebetulan ia punya stok bakso yang lebih lama, sehingga ia berniat menukar bakso titipan yang masih segar.
Saat perjalanan mengantar ada perasaan bersalah sehingga ia putar balik lagi. Tidak jadi menukarkan baksonya.
Lantas saya bilang, “Berarti hati kamu masih berfungsi baik, sehingga sinyal masih kencang. Soalnya ketika orang yang suka berbohong juga pasti menerima sinyal dari nuraninya.
Karena berkeras hati jadinya mengabaikan sinyal yang ada. Lama-lama ibarat sinyal sudah tidak terkoneksi lagi. Itu sebabnya melakukan kesalahan pun merasa tidak bersalah lagi.
Mungkin ketika pertama mau berbohong juga risih atau takut. Sekali, dua kali, tiga kali akhirnya jadi banyak kali. Berbohong pun jadi hal biasa dengan segala pembenaran.”
Kenapa seperti membicarakan aib diri sendiri?
Biasanya begitu. Ketika sedang menasihati orang lain itu, sebenarnya sekalian menasihati diri sendiri. Karena ketika kita berbicara yang paling jelas mendengar.pasti adalah diri sendiri.
Kenapa? Sebab telinganya pasti lebih dekat dengan mulut yang sedang berbicara. Itu kalau sadar.
Tidak sadarnya si ego yang bekerja. Menasihati untuk orang lain karena merasa diri sendiri sudah baik.
Bukan omong kosong memang banyak orang bisa rajin beribadah. Begitu religius dalam penampilan dan berbicara.
Sayangnya di lain kesempatan dalam kehidupan di masyarakat tidak mampu menjaga dan mengendalikan hati. Akibatnya tingkah laku jauh dari religius lagi.
Artinya, ibadah yang dilakukan menjadi tak lebih sebagai rutinitas belaka. Seperti halnya makan sekadar makan tanpa bisa merasakan esensi rasa makanan lagi.
Terbukti kerajinan dan ketaatan beribadah masih takmampu mengubah tingkah laku dan karakter.
Apalagi yang tidak rajin, yang ibadah masih suka-suka dan kapan-kapan seperti saya?
@cermindiri, 20 Oktober 2022
Facebook Comments