Solusi Nasib Miris Nelayan di Negeri Kaya Ikan

Judul : Solusi Nelayan Mengurai Paradoks Si Miskin Di Negara Maritim.
Serial : Serial Pengarusutamaan Strategi Pengembangan Koperasi dan UKM
Pengarang : Kementerian Koperasi dan UKM RI
Penerbit : Kementerian Koperasi dan UKM RI
Tahun terbit : 2024
Cetakan : I
Halaman : 139+cover

Relief Candi Borobudur yang dibangun Dinasti Sailendra pada abad ke-9 Masehi mengabadikan sejarah dan kiprah nelayan Nusantara. Para nelayan pada masa lalu menangkap ikan menggunakan bubu, jaring, dan pancing (M. Zaini, dkk., 2023).


Panil 109 Relief Karmawibangga melukiskan nelayan menangkap ikan
menggunakan jaring atau jala (reliefcandiborobudur.com)

Sejarah maritim Nusantara berlanjut hingga zaman kiwari. Para nelayan ulet berjibaku dengan ganasnya samudera dan keterbatasan sarana demi memasok ikan dan hasil laut bergizi bagi negeri. Inilah yang tersua dalam lirik lagu “Nenek Moyangku” anggitan Ibu Sud: Nenek moyangku orang pelaut/gemar mengarung luas samudra/menerjang ombak tiada takut menempuh badai sudah biasa.

Buku “Solusi Nelayan Mengurai Paradoks Si Miskin Di Negara Maritim” memotret perhatian nyata pemerintah terhadap para nelayan Indonesia. Ketika mengunjungi Kampung Nelayan Tanjung Pasir, Kalimantan Utara pada 2023, Presiden Joko Widodo mendapati fakta mengenai solar subsidi yang kadang tidak didapatkan para nelayan. Kepala negara lantas menyampaikan keluhan ini kepada kementerian terkait.

Kementerian Koperasi dan UKM menanggapi masalah kenaikan harga dan kesulitan akses BBM ini dengan menggandeng PT. Pertamina Patra Niaga dan pemangku kepentingan lainnya melalui program Solar untuk Koperasi (SOLUSI) Nelayan. Pada akhir tahun 2022, pemerintah membangun Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum Nelayan (SPBUN) guna mempermudah nelayan mendapatkan BBM bersubsidi.

Menariknya, sesuai semangat ekonomi kerakyatan, SPBUN ini dikelola oleh koperasi yang memiliki kemampuan finansial dan memenuhi ketentuan yang disepakati oleh Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian BUMN, BPH Migas, serta Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Sekali dayung, tiga pulau terlampaui. Program Solar untuk Koperasi (SOLUSI) Nelayan yang digagas Kementerian Koperasi dan UKM melalui Deputi Bidang Perkoperasian juga meningkatkan kelayakan koperasi sebagai pengelola SPBUN. Koperasi didorong untuk berperan dalam agregasi, konsolidasi, sekaligus penambahan nilai produk sebelum produk dipasarkan.

Pada bagian pertama, buku yang merupakan seri kelima Serial Pengarusutamaan Strategi Pengembangan Koperasi dan UKM ini memaparkan paradoks kemiskinan nelayan di tengah kekayaan lautan di negeri kita. Salah satu faktor pemicunya ialah tingginya biaya BBM untuk melaut.

Setakat ini, setidaknya terdapat 11 ribu kampung nelayan yang menggantungkan nafkah pada usaha perikanan. Menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 2017, sebanyak 11,34% orang di sektor perikanan tergolong miskin. Fakta miris ini membuat minat kaum muda untuk menekuni profesi nelayan menurun drastis.

Guna menyalurkan BBM bersubsidi bagi nelayan tepat sasaran, PT Pertamina bekerja sama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan serta Bank BRI meluncurkan Kartu BBM Nelayan pada tahun 2014. Sistem kartu ini menjamin satu kapal hanya bisa mendapatkan satu kartu dengan kuota BBM bersubsidi. Selain itu, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menerbitkan kartu Pelaku Usaha Bidang Kelautan dan Perikanan (Kartu KUSUKA). Manfaat kartu ini adalah mempermudah nelayan mendapatkan BBM murah. Kedua hal ini merupakan inovasi jitu yang berdampak positif.

Bagian kedua buku ini bertajuk “Agar Layar Nelayan Mantap Terkembang”. Tampaknya, tajuk ini mengambil inspirasi dari Layar Terkembang, novel karya Sutan Takdir Alisjahbana. Dalam novel itu, perjuangan dua tokoh wanita yaitu Tuti dan Maria menjadi inti sari kisah. Demikian halnya, daya upaya para nelayan dalam mendapatkan BBM bersubsidi menjadi perkara pokok yang perlu segera ditanggapi agar tidak semakin parah.

Solusi cerdik ditawarkan pemerintah dengan menggandeng koperasi guna menjamin agar BBM bersubsidi tepat sasaran. Menurut Mars Ega Legowo Putra, Direktur Pemasaran PT Pertamina Patra Niaga, program Solar untuk Koperasi (SOLUSI) memudahkan nelayan dalam pembelian langsung tanpa lewat perantara pihak ketiga. Skema program ini telah disepakati bersama oleh Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian BUMN, BPH Migas dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

Mekanisme penyalurannya dengan closed loop system. Hanya anggota koperasi yang terdaftar yang boleh mendapatkan BBM bersubsidi tersebut. Koperasi bisa mendapatkan untung dari selisih margin penjualan. Inilah perwujudan nyata dari koperasi sebagai badan usaha sekaligus sebagai gerakkan ekonomi rakyat yang berwatak sosial sesuai amanat Undang-Undang nomor 25 tahun 1992 (Sri Zulhartati, 2010).

Bagian ketiga buku ini berjudul Solusi untuk Penguatan Ekosistem. Disadari bahwa jumlah koperasi yang mengelola SPBUN perlu segera ditingkatkan. Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati mendukung penuh Program Solar untuk Koperasi (Solusi) Nelayan yang digawangi oleh Kementerian Koperasi dan UKM bersama Kementerian BUMN. Saat ini terdapat 388 unit SPBUN yang sudah beroperasi di seluruh Indonesia. Selain itu, ada 22 SPBUN yang dapat beroperasi dalam waktu dekat. Menariknya, sepertiga SPBUN ini dikelola oleh koperasi. Jadi, ada 129 koperasi seluruh Indonesia yang mengelola SPBUN.

Tambah lagi, sesuai arahan dari Menteri BUMN dan Menkop UKM, Pertamina meluncurkan Program Subsidi Tepat bagi nelayan. Cukup dengan membuka pendaftaran QR Code melalui aplikasi MyPertamina maupun langsung. Hingga 7 Mei 2024, perkembangan Solusi Nelayan menunjukkan tanda-tanda positif. Ada 10 ribu lokasi Nelayan. target 250 SPBU yang sudah beroperasi di tahun 2025. Program lainnya yakni Kampung Nelayan Modern (Kalamo) di Biak tahun 2023.

SOLUSI Nelayan diharapkan dapat mendorong korporatisasi nelayan. Nantinya koperasi-koperasi nelayan dapat berkembang maju berkat penguatan dari diri anggota-anggota nelayannya. Hal ini selaras dengan gagasan sosiolog ternama Emile Durkheim (1858-1917) mengenai perubahan sosial. Durkheim menegaskan perlunya masyarakat memiliki solidaritas organik yang memungkinkan setiap individu dan kelompok mengembangkan kemampuannya (Lisa Herzog, 2018).

Bagian keempat mengisahkan aneka pengalaman sebagai guru terbaik. Salah satunya KUD Mino Saroyo di Cilacap yang telah menjadi korporasi percontohan tingkat nasional sejak akhir 2021. Apresiasi layak diberikan kepada KUD Mino Saroyo yang sistem digitalisasinya sudah bagus. Terbukti, saat diminta Pertamina untuk mengirim 1.000 pemilik aplikasi MyPertamina, ternyata sudah ada 1.500 anggota KUD Mino Saroyo yang memakai aplikasi itu.

Bagian penutup merangkum manfaat upaya kolaboratif untuk membantu para nelayan mendapatkan BBM bersubsidi. Program SOLUSI Nelayan memungkinkan koperasi membangun SPBU Nelayan (SPBUN) yang pada akhirnya memudahkan nelayan untuk mendapatkan BBM bersubsidi. Dengan program ini, maka mereka tidak lagi membeli dengan harga tinggi, bisa mencapai harga Rp8.000 hingga Rp12.000 per liter. Nelayan dapat membeli sesuai harga yang telah ditetapkan Pertamina, yakni Rp 6.800. Artinya nelayan bisa berhemat Rp1.800 hingga Rp3.800 per liternya. Sungguh istimewa!
Buku “Solusi Nelayan Mengurai Paradoks Si Miskin Di Negara Maritim” ini menawarkan banyak keunggulan. Pertama, meskipun bertema agak berat, namun ringan dibaca karena menggunakan metode bercerita. Tim penyusun buku mampu menyajikan data yang diramu dengan kisah nyata para nelayan dan koperasi sehingga menjadi narasi yang menyenangkan untuk disimak.

Kedua, memanjakan pembaca dengan kutipan singkat, infografik, dan ilustrasi menawan. Buku ini sangat memahami karakter pembaca era digital yang tak lagi punya stamina dalam membaca teks panjang nan menjemukan. Secara visual, buku ini sangat informatif. Sesuai harapan dari Menteri Teten Masduki, buku ini bukan biografi melainkan berbagai catatan inovasi yang terus berkelanjutan.

Ketiga, buku setebal 139 halaman ini menyajikan fakta dan ulasan berbobot dari narasumber kompeten di bidangnya. Tak tanggung-tanggung, para petinggi dan ahli berpendapat dengan cerdas lagi bernas. Disokong oleh Tim Penulis Buku Kompas, tim penyusun dari Kemenkop UKM mampu meramu sebuah pustaka apik mengenai kiprah pemberdayaan para nelayan dan koperasi nelayan di Indonesia.

Meskipun memiliki aneka keunggulan, buku ini tentu masih bisa disempurnakan. Salah satunya dengan menambahkan ulasan singkat enam buku lain yang membentuk Serial Pengarusutamaaan Strategi Pengembangan Koperasi dan UKM. Pembaca tentu akan lebih tertarik membaca jika dijelaskan keterkaitan tematis serta kekhasan dari masing-masing buku dalam serial mengenai perkembangan koperasi dan UMKM selama lima tahun terakhir ini.

Selain itu, buku ini akan menjadi lebih menawan lagi jika infografik dikemas dalam rupa pertanyaan “Tahukah Anda” atau “Fakta Unik”. Glosarium bisa disisipkan bukan di akhir, namun menyatu dengan teks yang memuat istilah teknis tertentu.

Akhirulkalam, buku ini sangat tepat menjadi rujukan bagi Pemerintah, Gerakan Koperasi, akademisi, dan pemangku kepentingan lainnya dalam menciptakan terobosan kebijakan yang lebih berpihak pada nelayan dan koperasi nelayan Indonesia.

Bukan hanya itu, buku ini patut disimak siapa saja yang memiliki perhatian dalam ekonomi kerakyatan melalui pemberdayaan koperasi. Semangat gotong-royong yang menjadi identitas bangsa kita tampak nyata dalam upaya kolaboratif pemerintah dan masyarakat, terutama nelayan yang seharusnya menjadi sejahtera di tengah samudera rahmat perikanan. Sungguh, kita perlu terus mengusahakan solusi atas nasib miris nelayan di negeri kaya ikan.

Bobby Steven
Dosen Fakultas Teologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

Facebook Comments