Seperti apa uniknya konsep surga dan neraka dalam budaya Tionghoa? Apa kekhasan dan sumber-sumber konsep surga dan neraka dalam alam pikir Tionghoa?
Surga dan neraka bukanlah khayalan, konsep ini adalah masalah kepercayaan. Karena meskipun belum ada akses ke sana, namun beberapa kisah telah mampu menggambarkannya dengan jelas.
Salah satunya adalah penggambaran mengenai alam fana versi Tionghoa yang biasa disebut dengan Diyu. Secara harafiah Diyu bisa berarti “alam bawah.”
Menariknya, berbeda dengan beberapa budaya lainnya, alam fana Tionghoa ini tidaklah abadi. Jiwa kotor hanya “dicuci” sebelum mereka kembali bereinkarnasi. Baik itu neraka, maupun surga.
Ada 10 bagian dan 18 tingkatan di sana. Tentang dan apa isinya mungkin belum bisa dibuktikan.
Semua dimulai ketika seseorang meninggal dunia. Konon jiwanya akan dijemput oleh Heibai Wuchang (Pengawal Kefanaan Hitam Putih).
Tugas selanjutnya diserahkan kepada pengawal kerajaan Diyu yang berkepala kuda dan kerbau (Nitou dan Mamian). Para jiwa kematian kemudian dihantar melewati jembatan menuju ke gerbang utama alam fana.
Kerajaan Diyu terdiri dari beberapa bagian yang dipimpin sosok penguasanya masing-masing. Penguasa tersebut juga bertindak sebagai hakim yang akan mengadili jiwa yang belum mendapatkan tempatnya.
Pengadilan Cermin Karma
Pada bagian ini, seluruh jiwa akan didata oleh para pengawal Diyu berdasarkan tanggal lahir dan kematiannya. Mereka lalu disuruh menengok ke arah sebuah cermin. Cermin tersebut mampu memperlihatkan seluruh perbuatan manusia selama di dunia dengan jelas.
Sepertinya baik dan buruk memiliki defenisinya sendiri. Tidak ada pembelaan terhadap perbuatan. Jiwa yang baik akan dikirim langsung ke surga, menunggu kesempatan reinkarnasi. Adapun jiwa berdosa akan segera menjalani hukuman.
Gilingan Durhaka
Pada bagian ini, jiwa yang durhaka kepada orangtua akan dihukum. Tubuh mereka akan digiling pada penggilingan gandum raksasa sehingga hancur.
Kolam Air Panas
Diperuntukkan bagi yang senang bergunjing, memfitnah, mengadu domba dan berbohong. Hukumannya adalah pemotongan lidah dan direbus pada air mendidih.
Penjara Es
Bagi yang suka mencuri, maka isi perutnya akan dikeluarkan. Mereka lalu dikurung dalam sebuah penjara yang bersuhu sangat dingin.
Penjara Terbalik
Korupsi juga adalah tindakan mencuri, namun efek yang ditimbulkan jauh lebih besar. Keserakahan yang muncul menimbulkan kesengsaraan secara luas. Pada bagian ini, para pelaku koruptor dan penggelap pajak akan dihukum.
Mereka akan diikat dalam keadaan terbalik dan mengalami siksaan dua kali lipat dari para terhukum di Kolam Air Panas dan Penjara Es.
Danau Darah
Kali ini adalah giliran mereka yang sering menyalahgunakan kekuasaan dan suka melanggar janji. Jiwa mereka akan dilempar ke sebuah jurang yang dalam, penuh pasak bambu tajam. Belum cukup sampai di sini, tubuh mereka akan ditindih dengan batu besar dan direbus di dalam minyak mendidih.
Kamar Penyiksaan
Bagi jiwa yang kejam, senang menyiksa mahluk hidup, maka mereka akan mengalami hukuman yang setimpal. Jantung mereka akan dikeluarkan dengan paksa, dan tubuh mereka akan digantung dengan pengait besar.
Siksaan Anjing Neraka
Para jiwa yang sering menciptakan pertengkaran dan kerusuhan akan mendapatkan bagiannya di sini. Konon seluruh tubuh mereka akan dicabik-cabik oleh sekawanan anjing neraka, hingga tidak tersisa apa pun.
Neraka Panas
Bagi para kriminal yang kejam, tidak berperi kemanusiaan akan dihukum dengan cara digiling oleh kereta kuda, sehingga remuk.
Siksaan Lebah dan Ular
Para pelaku asusila jangan harap bisa lolos. Pada bagian ini, sekawanan lebah dan ular akan menanti. Mereka yang semasa hidup tidak bisa menahan syahwat akan merasakan sengatan hewan-hewan berbisa ini hingga berulang-ulang kali.
**
Ilustrasi dari siksaan neraka ini hanya sebagian kecil saja. Masih banyak lagi, karena memang jenis dosa manusia terlalu luas.
Perlu dipahami budaya Tionghoa dipengaruhi oleh tiga ajaran besar, yakni Taoisme, Confucianisme, dan Buddhisme. Jadi, sedikit banyak konsep Surga Neraka juga terpengaruh oleh ajaran tiga keyakinan ini.
Konsep Reinkarnasi menjadi bagian terpenting dari keyakinan ini. Oleh sebabnya, surga dan neraka bagi masyarakat Tionghoa bukanlah keabadian. Begitu pula kehidupan di dunia ini, sifatnya sementara dan berubah-ubah.
Setiap manusia kan mendapatkan ganjaran sesuai dengan apa yang mereka lakukan. Dengan demikian, manusia perlu ditegur berupa siksaan. Tentunya hal ini adalah kabar baik bagi mereka yang melakukan kebajikan.
Terlepas dari masalah keyakinan, ada sebuah kesimpulan. Ternyata kejahatan dan kebaikan para moyang Tionghoa juga berlaku universal. Bahwa seluruh manusia di dunia ini memiliki standar nurani yang sama. Apa pun suku, agama, dan rasnya.
**
Makassar 2 Mei 2022
Acek Rudy untuk InspirasianaKita
Facebook Comments