Apa itu Oversharing? Ini 5 Kiat Mencegah Oversharing

Zaman kiwari adalah zaman media sosial. Bahkan pepatah lawas “cogito ergo sum” atau “aku berpikir maka aku ada” menjadi seolah basi.

Mengapa? Karena yang berlaku sekarang adalah “communicatio ergo sum”: aku berbagi informasi, maka aku ada.

Tak mengherankan, media sosial menjadi kanal curahan hati dan ungkapan eksistensi. Masalahnya, ada batas antara curhat dan posting (mengunggah konten) dan oversharing.

Curhat dan posting boleh, tapi jangan oversharing!

Apa arti oversharing?

Secara harfiah, oversharing berarti terlalu banyak berbagi (informasi). Orang yang oversharing berarti seseorang yang terlalu banyak berbagi informasi rinci mengenai perasaan, pikiran, dan hidup pribadinya di ruang publik.

Menurut Carolyn Cole, pendamping keluarga kepada laman mic.com, ketika orang berbagi berlebihan, mereka sering sangat ingin terhubung dengan seseorang.

Lazimnya, seseorang yang melakukan oversharing tidak memiliki kesadaran akan batas menceritakan sisi terdalam hidupnya dan rahasia pribadinya pada orang lain.

Kadang insan dengan tendensi oversharing tiba-tiba menyadari bahwa ia terlalu banyak membuka rahasia pribadi, lalu menyesal di tengah percakapan, namun tak berdaya menarik kembali informasi yang sudah ia bagikan.

Ciri-ciri seorang yang oversharing
Ada sejumlah ciri-ciri seseorang yang oversharing. Menurut pengamatan dan pengalaman, berikut ini adalah ciri-ciri orang yang oversharing:

1. Terlalu mudah membocorkan rahasia diri dan orang lain kepada orang yang baru dikenal.

2. Menghabiskan terlalu banyak waktu untuk berkomentar, berkisah, dan posting (mengunggah) di media sosial dan media aplikasi perpesanan (seperti di WhatsApp, LINE, Facebook, dsb).

3. Tidak membatasi siapa yang bisa membaca unggahan atau komentarnya di media sosial, meskipun ia tahu itu memuat informasi pribadi.

4. Merasa senang atau puas setelah mengumbar banyak kata-kata dan unggahan curhat pribadi di hadapan semakin banyak orang, bahkan yang belum ia kenal dekat.

5. Sulit mendengarkan dan menyimak orang lain atau lawan bicara karena terlalu fokus mengumbar kisah privatnya.

Kiat Mencegah dan mengurangi kecenderungan oversharing

Rupanya ada keterkaitan antara usia dan kecenderungan melakukan oversharing. Hal ini patut kita waspadai.

Menurut ScienceDaily, peneliti dari The University of Edinburgh dan Northwestern University di Illinois menemukan bahwa risiko berbagi berlebihan dalam percakapan sebenarnya meningkat seiring bertambahnya usia.

Saat menguji 100 orang berusia 17 hingga 84 tahun pada keterampilan perhatian mereka, para peneliti menemukan bahwa subjek yang lebih tua memberikan detail yang lebih tidak relevan kepada pendengar daripada rekan-rekan mereka yang lebih muda.

Kiranya hal ini disebabkan oleh kecenderungan orang berusia tua untuk “menggurui” dan “menceritakan kejayaan masa lalunya”. Tentu hal ini bukan berarti bahwa semua orang lanjut usia demikian.

Tambah lagi, anak muda pun bisa oversharing jika dia diam-diam juga punya gejala narsistik di medsos dan dalam pergaulan sehari-hari.

Inilah sejumlah kiat mencegah dan mengurangi kecenderungan oversharing:

1. Lebih selektif memilih mitra bicara. Jangan terlalu mudah cerita pada orang asing yang belum dikenal dekat.

2. Berpikir dahulu sebelum bicara dan mengunggah konten. Hindari sikap reaktif dan serba spontan.

3. Memberi ruang bagi lawan bicara atau anggota grup aplikasi perpesanan untuk juga menanggapi. Jangan sampai hanya komentar Anda saja yang mendominasi pembicaraan.

4. Memangkas waktu pemakaian media sosial dan waktu bergosip. Alihkan untuk kegiatan produktif.

5. Mengatur media sosial agar audiens terdekat saja yang bisa menyimak informasi rinci tentang diri kita dan perasaan kita.

Salam sehat selalu. Semoga kiat mencegah oversharing ini bermanfaat.

Facebook Comments