Sampahku, Tanggung Jawabku: Memilah Sampah, Memetik Berkah

Tahukah Anda berapa sampah yang dihasilkan setiap orang Indonesia setiap hari? Berapa banyak sampah yang dihasilkan warga Indonesia dalam satu tahun?

Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menunjukkan bahwa Indonesia memproduksi 175.000 ton sampah per hari. Rata-rata satu orang Indonesia memproduksi sampah sebanyak 0.7 kg per hari. Jika dihitung, dalam satu tahun Indonesia memproduksi sampah sebanyak 64 juta ton!

Sumber sampah di Indonesia

Data KLHK menunjukkan, sebanyak 37,3% sampah di Indonesia merupakan sampah rumah tangga. Di posisi kedua sumber sampah terbesar, sampah dari pasar tradisional sebanyak 16,4%.

Salah satu hal yang menarik perhatian adalah bahwa 39,8% sampah yang diproduksi warga Indonesia adalah sampah sisa makanan. Di posisi kedua, sampah plastik dengan persentase sebesar 17%.

Posisi ketiga ditempati sampah kayu dan ranting sebanyak 14,01%. Posisi keempat diduduki sampah berupa kertas atau karton, sebanyak 12,02%. Kemudian, 6,94% sampah berupa jenis lainnya. Ada 3,34% sampah logam, 2,69% sampah kain.

Disusul sampah kaca dan karet atau kulit masing-masing sebesar 2,29% dan 1,95%.

Persentase sampah yang berhasil diolah

Dari sekian banyak sampah Indonesia, baru 55,87% sampah yang telah dapat dikelola dengan baik pada 2021. Sayang sekali, sebanyak 44,13% sampah masih belum berhasil diolah dengan semestinya, padahal sangat potensial menjadi berkah.

Masalah Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah

Bertumpuknya sampah yang sedari awal tidak dipilah akhirnya membuat masalah sampah yang pelik, terutama di perkotaan Indonesia.

Tempat Pembuangan Sampah atau TPA di kota-kota besar sudah tidak sanggup lagi menerima limpahan sampah hasil aktivitas warga perkotaan.

Istilah Tempat Pembuangan Akhir berubah setelah ditetapkannya keputusan Litbang PU tahun 2009.

TPA menjadi Tempat Pemrosesan Akhir karena TPA tidak melulu menimbun sampah, melainkan juga memiliki empat aktivitas wajib, yaitu:
1. Pemilahan sampah
2. Daur-ulang sampah non-hayati (an-organik)
3. Pengomposan sampah hayati (organik)
4. Penimbunan sampah sisa dari proses di atas di lokasi landfill.

Sindrom NIMBY dalam mengelola sampah

Dalam sejarah sampah, ada istilah Sindrom NIMBY yang artinya Not in My Backyard. Secara harfiah, NIMBY berarti “Asal Bukan di Halamanku”.

Sindrom NIMBY melukiskan sikap tidak mau peduli sebagian orang dalam mengolah dan memilah sampah. Yang penting halamanku bersih, aku buang sampah di tempat lain tanpa banyak berpikir. Bahkan sebagian membuang sampah sembarangan.

Sindrom NIMBY ini mencerminkan sikap egois dalam menghadapi masalah sampah yang seharusnya menjadi tanggung jawab setiap insan yang ikut menghasilkan sampah.

Mari memilah sampah dan memetik berkah

Mari kita singkirkan sindrom NIMBY dengan memiliki sikap peduli sampah. Mari kita memilah sampah dan memetik berkah dari sampah.

Mari memulai bertanggung jawab dengan 0,7 kg sampah yang kita hasilkan setiap hari (jika kita ambil data KLHK).

Cara-cara untuk memilah dan memetik hikmah dari sampah:
1. Selalu menyediakan tempat-tempat sampah terpilah.

Sediakan minimal empat tempat sampah terpilah: sampah organik, kertas, plastik, dan tak terurai.

Sebenarnya jika lebih rinci lagi akan lebih baik. Misalnya menambah tempat sampah khusus kaca, baterai dan barang elektronik bekas, dan sebagainya.

Akan tetapi, yang terpenting adalah menyediakan tempat sampah terpilah yang memudahkan kita dalam memisahkan sampah dan memanfaatkan sampah agar masih bisa didaur ulang atau dijual atau diberikan pada pemulung.

2. Membuat kompos dan atau memberikan sampah organik sebagai pakan hewan


Sampah organik berupa sisa makanan, dedaunan, dan kayu masih bisa dimanfaatkan sebagai kompos, pupuk, dan atau diberikan sebagai pakan hewan.

Jika memungkinkan, buatlah kompos sendiri di rumah atau di lingkungan RT/RW/kampung. Jika sulit karena tiada lahan, bisa berikan sampah organik itu pada peternak dan atau petani yang masih bisa mengolahnya jadi pupuk atau pakan hewan.

Memelihara hewan yang bisa menghabiskan sisa makanan kita adalah juga solusi yang bisa kita tempuh agar sampah makanan bisa kita kurangi secara drastis.

Memelihara kucing, anjing, kelinci, ikan lele, dan aneka hewan lain bisa bermanfaat untuk mengurangi sampah makanan sisa.

3. Membuat kerajinan daur ulang dan ecobrick

Untuk memperpanjang masa pakai sampah plastik yang sulit terurai alami, kita dapat membuat kerajinan daur ulang dan ecobrick.


Cara membuat ecobrick sangat sederhana. Cukup memadatkan potongan sampah plastik ke dalam botol, yang pada gilirannya bisa menjadi “batu bata” untuk membuat pot, tembok, kandang, tempat duduk di taman, dsb.

4. Mencegah sampah dengan limbah berbahaya mencemari lingkungan

Ada banyak barang eletronik yang ketika menjadi sampah harus kita perlakukan dengan cermat. Masalah utamanya, barang-barang elektronik itu mengandung logam-logam berbahaya yang bisa mencemari lingkungan.

Karena itu, jangan sembarangan membuang barang elektronik ke sungai atau menimbun di tanah. Sedapat mungkin, kirimkan sampah elektronik ke tempat pengolahan sampah elektronik.

Jika tidak, jual sebagai rongsokan dengan harapan, sampah elektronik itu masih bisa didaur ulang (sebagian) dan tiba di tempat pengelolaan sampah elektronik.

Salam peduli. Salam lestari.

Facebook Comments