Apa Bedanya EFL dan ESL?

ilustrasi pengajaran bahasa Inggris di sekolah

Bahasa Inggris adalah bahasa internasional yang paling populer dan umum digunakan dalam komunikasi dan pergaulan masyarakat global.

Di Indonesia, bahasa Inggris diajarkan di sekolah-sekolah sejak sekolah dasar (SD). Meski kita telah mempelajarinya sejak SD, anehnya kemampuan berbahasa Inggris masyarakat Indonesia terbilang rendah. Bahkan kalah dari negara-negara tetangga seperti Singapura, Malaysia dan Filipina.

Hal ini diketahui dari hasil survei Education First (EF) terhadap 2,2 juta orang bukan penutur asli bahasa di Inggris yang tersebar di 100 negara dan wilayah pada 2020 silam.

Hasilnya adalah English Proficiency Index (EPI) atau indeks kecakapan bahasa Inggris masyarakat Indonesia berada di peringkat 74 dari 100 negara.

Tentu saja ada berbagai faktor yang mempengaruhi tingkat kecakapan bahasa inggris masyarakat kita, seperti kurikulum mata pelajaran bahasa inggris yang kurang mengedepankan praktik, lingkungan yang kurang mendukung (baca: disebut keminggris atau di-bully kalau salah).

Namun, ada juga pandangan lain (meski sepertinya kurang populer) yang mengatakan kemampuan bahasa Inggris kita yang kurang itu karena bahasa Inggris di Indonesia diperlakukan sebagai EFL bukan ESL. Lalu, apa bedanya EFL dan ESL?

Perbedaan EFL dan ESL

ESL adalah singkatan dari English as a Second Language alias bahasa inggris sebagai bahasa kedua, yaitu istilah tradisional untuk penggunaan atau studi bahasa Inggris oleh penutur non-pribumi di lingkungan berbahasa Inggris, misalnya para imigran yang tinggal di Amerika Serikat, Inggris, Australia dan negara-negara lain yang bahasa ibunya adalah bahasa Inggris, menjadikan bahasa Inggris sebagai bahasa kedua setelah bahasa ibunya.

Dengan demikian, ESL bisa juga dikatakan sebagai bahasa Inggris untuk penutur bahasa lain.

Bahasa Inggris sebagai bahasa kedua juga lazim digunakan di negara-negara di mana bahasa Inggris bukan bahasa ibunya, tapi punya peran yang mapan di negara tersebut, terutama dalam urusan administrasi publik, bisnis dan pendidikan, seperti Malaysia yang punya bahasa Melayu sebagai bahasa nasional, Filipina dengan bahasa Tagalognya dan India yang meski punya beragam bahasa, tapi menggunakan bahasa Hindi sebagai bahasa resmi di pemerintahan. Di negara-negara ini pulalah bahasa Inggris berfungsi sebagai bahasa kedua atau ESL.

Sementara EFL (English as a Foreign Language) adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan studi bahasa Inggris oleh non penutur asli di negara di mana bahasa Inggris bukan bahasa yang dominan dituturkan.

Meski di Indonesia bahasa Inggris merupakan bahasa asing utama yang lazim dipelajari, tapi penggunaannya tidak seluas di negara-negara di mana bahasa Inggris berfungsi sebagai bahasa kedua.

Di sekolah, perguruan tinggi, sektor-sektor usaha dan pemerintahan, yang digunakan adalah bahasa nasional alias bahasa Indonesia. Bahasa Inggris lebih dominan digunakan di sekolah-sekolah internasional atau perusahan-perusahaan multinasional.

Dalam percakapan sehari-hari pun, selain berbahasa Indonesia, masyarakat (biasanya masyarakat daerah) juga masih memelihara dan menggunakan bahasa daerahnya masing-masing apabila berkomunikasi dengan mereka yang sesuku.

Apalagi bahasa daerah di Indonesia banyak sekali. Belum ragam dialek atau tingkatannya. Misal, bahasa Jawa sendiri punya 3 tingkatan, yaitu ngoko, krama madya dan krama inggil.

Lha wong, belajar bahasa Jawa dengan 3 tingkatannya saja sudah susah kok masih disuruh belajar bahasa Inggris juga.” , begitu mungkin pikir sebagian orang.

Seorang ahli bahasa, Braj Kachru menjelaskan dalam “Standar Kodifikasi dan Realisme Sosiolingusitik Bahasa Inggris di Lingkaran Luar” mengenai pembagian negara-negara berbahasa Inggris di dunia ke dalam tiga tipe yang disimbolisasikan dengan tiga tingkatan lingkaran konsentris sebagai berikut.

1. Lingkaran dalam, yaitu negara-negara dengan basis tradisional bahasa Inggris, di mana bahasa Inggris sebagai bahasa utama atau bahasa ibu. Contoh: Inggris, Irlandia, Amerika Serikat, Kanada, Australia dan Selandia Baru

2. Lingkaran luar atau diperluas, yaitu negara-negara yang mewakili penyebaran bahasa Iinggris dalam konteks non-pribumi. Biasanya termasuk negara-negara bekas kolonisasi Inggris. Di negara-negara yang berada dalam lingkaran ini, bahasa Inggris digunakan secara aktif di institusi terkemuka di negara tersebut dan berperan sebagai bahasa kedua (ESL) atau lingua franca dalam masyarakat yang multibahasa. Contoh: Singapura, India, Malaysia dan 50 wilayah lainnya.

3. Lingkaran mengembang, yaitu negara-negara yang mewakili pentingnya bahasa Inggris sebagai bahasa internasional meski tidak memiliki sejarah kolonisasi dengan Inggris dan bahasa Inggris tidak memiliki status administratif khusus di negara-negara ini. Bahasa Inggris digunakan secara aktif dan dominan terbatas di komunitas-komunitas tertentu sehingga tidak luas. Contoh negara-negara yang berada di lingkaran ini antara lain Cina, Jepang, Polandia dan sebagainya.

Hidup di era globalisasi membuat kita tidak lagi hanya menjadi masyarakat suatu daerah atau negara, tapi juga masyarakat global.

Untuk bisa bersaing di tengah persaingan global yang tidak mudah ini, suka tidak suka, penguasaan bahasa asing, terutama bahasa Inggris itu penting. Setidaknya, dengan menguasai bahasa Inggris, kita jadi punya akses yang lebih luas ke berbagai pengetahuan yang bermanfaat.

Apakah menguasai bahasa Inggris akan melunturkan nasionalisme seseorang? Apakah akan membuat seseorang lupa berbahasa Indonesia yang baik dan benar?

Menurut saya sih tidak. Selama kita berpegang teguh pada slogan dari Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, “Utamakan bahasa Indonesia, lestarikan bahasa daerah dan kuasai bahasa asing”, saya pikir tidak akan ada masalah.

Facebook Comments