Baru-baru ini kita dikejutkan berita meninggalnya seorang pemain sepak bola di Stadion Siliwangi saat bermain sepak bola.
Sebenarnya bukan kali pertama kejadian pemain sepak bola tewas tersambar petir saat bermain sepak bola. Di Indonesia, Kamal Djunaidi pemain Persijap Jepara tewas disambar petir saat bermain pada 20 Agustus 1973.
Profil Kamal Djunaidi
Kamal Djunaidi adalah pemain Persijap Jepara. Kamal Djunaidi adalah putra daerah asal Jepara. Ia lahir pada tanggal 30 desember 1954 dan meninggal pada 20 Agustus 1973 karena tersambar petir saat sedang bèrmain sepak bola dalam ajang Piala Makutarama.
Kejadian tewasnya Kamal Djunaidi
Pada 28 Agustus 1973, di Salatiga digelar partai puncak perebutan Piala Makutarama. Dua tim bertetangga dari daerah pesisir, Persijap Jepara dan Persipa Pati bertanding pada partai final untuk memperebutkan gelar juara.
“Saat itu Langit cerah, tak ada pertanda hujan akan turun,” kata Soekamto SH memulai cerita itu. Ketua Komisi Teknik dan Kepelatihan Persijap ini menuturkan, wasit Dardiri asal Salatiga meniup peluit isyarat sepak mula atau kick off babak pertama dimulai.
Di 45 menit babak pertama, Kamal Djunaidi, seorang striker muda Persijap menunjukkan kelasnya sebagai ujung tombak yang berkemampuan komplet. Tendangan saltonya di depan mulut gawang membuat penonton terperangah. Lawan dibuat miris dan harus sangat waspada.
Gerakan Kamal Djunaidi lincah, agresif, dan variatif. Karena keistimewaannya, Lasidin, pelatih yang menangani tim saat itu, sering mengubah posisinya. Di lini depan, sayap kanan maupun kiri, Kamal Djunaidi selalu berbahaya. Satu saat di babak pertama itu, tendangannya menggetarkan jala lawan. Kedudukan tetap 1-0 hingga 45 menit pertama berakhir.
Ketika kaki Syarief KS, kapten tim Persijap, menendang bola kick off babak kedua, langit mendadak gelap. Mendung menggelayut. Suara halilintar datang bertubi-tubi sehingga memekakkan ribuan pasang telinga yang memadati stadion. Saat itulah, di lapangan terlihat api berkobar.
Hampir semua pemain tergeletak, termasuk wasit Dardiri. Syarif KS masih berdiri terpaku. Ia tidak melihat apa yang baru saja terjadi.
Tubuh Kamal Djunaidi yang semula lincah terlihat mengepulkan asap. Kaus kaki, sepatu, dan celananya terkoyak api. “Tak ada yang berani menolong,” tutur
gelandang Persijap 1962-1970 itu. Tujuh anggota skuad Persijap lainnya luka bakar parah.
Hanya Kamal Djuanidi, pemuda asal Kelurahan Panggang yang tewas. Api halilintar itu mengakhiri kariernya di tim yang sangat dicintainya. Tapi, hembusan nafas terakhirnya menorehkan prestasi gemilang. Kedudukan 1-0 itu membuat Persijap berhak memboyong Piala Makutarama.
Dijadikan sebagai nama stadion di Jepara
Nama Kamal Djunaidi kemudian diabadikan menjadi nama stadion di Kota Ukir Jepara. Itulah sekelumit kisah pengorbanan, spirit, sekaligus prestasi yang pernah diukir pahlawan bola Jepara yang patut diteladani pemain-pemain tim yang sama sekarang.
Tak hanya itu, bendera Laskar Kalinyamat yang diambil dari spirit semangat patriotik Ratu Kalinyamat juga patut ditanamkan.
Tulisan Diego de Ceuto asal Portugis tentang perjuangan Ratu Kalinyamat mengusir penjajah pada 1550 patut direnungkan. Sekitar 2.000 dari 4.000 prajurit Ratu Kalinyamat gugur. Mereka berani mati untuk sebuah perjuangan. Karena itulah Persijap dijuluki Laskar Kalinyamat.
Diolah dari FB Info Seputar Jepara
Facebook Comments